Adalah salah satu peristiwa yang sangat berkesan dalam hidupnya. Ketika masih menjadi santri di Lirboyo, beliau mengalami kejadian yang luar biasa.
Suatu hari, saat sedang berada di dekat kuburan Setono Gedong sekitar pukul 11 siang, Mbah Moen tiba-tiba mendengar suara yang memanggil namanya. Dengan penuh keheranan, ia melihat seseorang dari kuburan itu, berpenampilan seperti seorang petani dengan mengenakan caping.
“Kamu cinta sama saya, aku juga cinta sama kamu,” ujar orang tua yang dilihat Mbah Moen dengan penuh kelembutan.
Lebih lanjut, orang tersebut memberikan petunjuk bahwa Mbah Moen akan belajar ilmu agama melalui kitab-kitab berbahasa Arab, dan di masa depan, ia akan menghadapi zaman di mana ilmu agama dipelajari melalui terjemahan buku-buku. Pesan tersebut disampaikan dengan tegas, bahwa Mbah Moen harus mengaji kitab-kitab berbahasa Arab dengan sungguh-sungguh.
Setelah memberikan pesan, orang yang ternyata adalah Nabi Khidir AS itu berdoa dengan penuh khidmat, yang kemudian diamini oleh Mbah Moen.
Pertemuan yang luar biasa itu memberikan dampak yang signifikan pada Mbah Moen. Meskipun ia menjadi sangat alim dan terlihat seperti santri yang sangat mendalami ilmu agama, ia merasa bahwa kealiman tersebut tidak bisa diwariskan secara langsung kepada murid-muridnya. Namun, hal tersebut tidak mengurangi semangat Mbah Moen dalam mengajar, mendidik, dan mengaji dengan santri-santrinya.
Mbah Moen tetap menjadi teladan yang gigih dalam berdakwah, mengurus keluarganya, serta berperan aktif dalam urusan masyarakat dan negara. Cerita ini merupakan bukti kebesaran dan keajaiban pertemuan dengan Nabi Khidir AS dalam perjalanan spiritual Mbah Moen.