B. Resolusi Jihad
Secara umum, isi resolusi jihad mengisyaratkan dua kategori dalam berjihad. Pertama, fardlu ‘ain bagi setiap orang yang berada dalam radius 94 KM dari episentrum pendudukan penjajah. Dalam Islam, fatwa “fardlu ‘ain” mengimpikasikan kewajiban yang harus dijalankan pagi setiap orang yang sudah mukallaf (aqil baligh). Kedua, fardlu kifayah bagi warga yang
berada di luar radius tersebut. Namun dalam kondisi tertentu dan darurat, maka bisa dinaikkan statusnya menjadi fardlu ‘ain. Fardlu kifayah merupakan sebuah kewajiban yang menjadi gugur apabila sudah dilakukan oleh salah satu orang dalam sebuah daerah/komunitas.
Resolusi jihad mempunyai dampak yang besar bagi gerakan perlawanan terhadap Inggris di Surabaya. Puncaknya adalah tanggal 10 November 1945, yakni terjadi pertempuran super dasyat antara santri dan arek Surabaya melawan militer Inggris. Momentum besar tersebut sampai saat ini kemudian diabadikan sebagai hari pahlawan. Resolusi Jihad ini sebenarnya merupakan konsistensi keputusan politik terhadap konsepsi dar al-Islam, di mana keberadaan negara Indonesia sebagai negara “Islam” yang wajib dibela dan dipertahankan.
C. Penetapan Wali al-Amr ad-daruru bi asy-Syaukah
Latar belakang munculnya gelar ini didasarkan atas dua pertimbangan, yakni pertimbangan agama dan pertimbangan politik.8 Pada pertimbangan agama, konsepsi imamah (kepemimpinan dalam Islam) dianggap sebagai hal yang penting dan mendasar bagi kehidupan masyarakat. Sehingga dipandang perlu untuk menentukan imam (pemimpin) yang berdasar pada mekanisme hukum Islam. Sedangkan pertimbangan politik meniscayakan agar posisi Presiden Soekarno semakin kuat, mengingat ada beberapa golongan dan interest politik tertentu yang masih meragukan dan mempertanyakan posisi Presiden dalam tinjauan fiqih dan hukum Islam.
Ijitihad politik tersebut menunjukkan bahwa kepentingan bangsa dan negara menjadi orientasi dalam berpolitik. Dalam konteks ini, fiqih menjadi dasar untuk melegitimasi realitas politik yang terjadi. Penggunaan istilah “dharuri” dalam konsepsi ini memberi gambaran yang jelas bahwa hukum fiqih harus dinamis, sesuai dengan realitas sosial yang ada. Setidaknya, NU memberi kontribusi yang besar dalam melakukan ijtihad politik yang dinamis dan kontekstual untuk kepentingan bangsa dan negara.