- Perjalanan Indonesia yang berusia 79 tahun pada 2024. Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah, termasuk energi terbarukan dengan potensi 442 GW, meskipun baru terpakai 9 GW.
- Kesejahteraan sosial dan pengelolaan sumber daya manusia (SDM) masih dipertanyakan. Program-program pemerintah seperti pengentasan kemiskinan dan pembangunan food estate di berbagai wilayah dianggap kurang berhasil.
- Permasalahan pendidikan, pengangguran, dan ketimpangan akses pekerjaan juga menjadi sorotan.
- Proyek food estate, yang bertujuan untuk ketahanan pangan, dinilai lebih menguntungkan sektor swasta daripada masyarakat lokal, serta berdampak negatif pada lingkungan dan masyarakat adat.
- Pemerintah dinilai belum sepenuhnya mencapai kesejahteraan rakyat meskipun terus mempromosikan keberhasilan mereka.
Tahun 2024 Indonesia berusia 79 Tahun. Usia 79 tahun akan menggambarkan perjalanan sebuah negara untuk terus berkembang dengan memberikan keamanan dan kenyamanan bagi masyarakat yang tinggal di dalamnya.
Indonesia dikenal sebagai negara indah dan kaya akan keberlimpahan sumber daya alam yang menyebar ke seluruh Pulau.
Dilansir dari Web resmi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, dalam sub sektor energi baru terbarukan ( EBT ) Indonesia memiliki potensi panas bumi 11 gigawatt (GW), angin ( 60,6 GW ), bioenergi ( 32,6 GW), laut ( 17, 9 GW), air dan mikrohidro ( 94,3 GW ), serta surya ( 207,8 GW ).
“Ibu Kota Baru Negara Maju, harapan semua orang,
bukan dongeng malam di atas ranjang ringkih
dengan dingin aneh menyiksa negeri,
berdoa untuk kembang ibu pertiwi,
agar mekar menyapu perkara yang mengkarat”.
Total Indonesia memiliki potensi kekayaan sumber daya energi sebesar 442 GW dan baru di utilisasi sebesar 9 GW. Kekayaan Negara bukan hanya terkooptasi atau terpuaskan dalam lingkaran kekayaan SDA, Melainkan harus meliputi lebih universal yakni potensi kekayaan pengelolaan dan kesejahteraan SDM.
Dalil-dalil yang diberikan oleh stakeholder untuk membangun citra secara sepihak dengan menyembunyikan hipokrit atas dalilnya dalam hal kesejahteraan rakyat.
Dalil Keberhasilan Government
Dilansir dari web Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), tingkat kemiskinan ekstrem telah turun dari tahun 2023 hingga tahun 2024 dan ditargetkan bisa mencapai 0 persen.
Terdapat beberapa program yang digadang-gadang menjadi cara pengembangan SDM dalam mensejahterakan rakyat, antara lain memastikan hidup berkualitas dan bermartabat, memastikan kesempatan yang sama bagi penduduk miskin dan rentan dalam peningkatan sosial ekonomi, memastikan ketahanan masyarakat melalui mitigasi risiko dan perlindungan sosial.
Selain itu, dilansir dari web kemensos tentang rencana strategis kementerian sosial 2020-2024. Terdapat Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) yang memberikan upaya kesejahteraan sosial melalui rencana pembangunan dengan menargetkan terwujudnya empat pilar pembangunan, antara lain pertama kelembagaan politik dan hukum yang mantap, kedua kesejahteraan masyarakat harus meningkat, ketiga struktur ekonomi yang maju dan kokoh, keempat terwujudnya keanekaragaman hayati yang terjaga.
Saat ini konsentrasi kesejahteraan apakah masih berada di target empat pilar tersebut?, ataukah dari keempat pilar tersebut saat ini sudah terlaksanakan?, sekalipun RPJPN sudah digagas semenjak Julian Batubara menjabat yang saat ini sedang tersandung kasus korupsi bansos Covid 19.
Peningkatan kesejahteraan juga dilakukan di sektor pangan dengan melakukan program food estate. Program tersebut dilakukan di tahun 2020 melalui keputusan Jokowi untuk membuat lumbung pangan yang nantinya akan mencegah terjadinya krisis pangan secara global terutama di masa pandemi di Tahun 2020 lalu.
Program ini dilakukan di beberapa wilayah, seperti Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, dan Papua. Regulasi food estate memberikan harapan kesejahteraan pangan yang semestinya memberikan kebaikan dalam segala segi manapun, baik sosial hingga keberlanjutan lingkungan sesuai dengan terjaganya keanekaragaman hayati.
Indikator Kesejahteraan Rakyat
Indikator kesejahteraan masyarakat terdapat delapan bidang, dilansir dari situs web BPS tentang indikator kesejahteraan rakyat tahun 2023. Bidang tersebut meliputi kesehatan dan gizi, pendidikan, ketenagakerjaan, taraf dan pola konsumsi, perumahan dan lingkungan, serta sosial lainnya.
Indikator kesejahteraan masyarakat menentukan Pemerintah berhasil atau tidaknya dalam mengentaskan permasalahan sosial.
Kelindan kesejahteraan rakyat harus dilihat secara komprehensif dengan empat pilar pembangunan yang tertera di RPJPN, untuk memberikan konklusi apakah masyarakat memang benar-benar sejahtera dengan mengedepankan pola strukturasi empat pilar RPJPN?.
Kontradiksi Keberhasilan Kesejahteraan Pendidikan
Akhir- akhir ini permasalahan mengenai kesempatan untuk mengenyam pendidikan marak dikaji karena terdapat beberapa permasalahan mengenai biaya pendidikan dan kesejahteraan bagi para pendidik.
Biaya pendidikan naik hampir di seluruh sektor pendidikan terutama pendidikan universitas atau perguruan tinggi. Hal tersebut tidak selaras dengan indikator yang seharusnya dicapai oleh stakeholder bahwa semua terindeks ke dalam kategori rakyat sejahtera.
Kontradiksi memberikan jawaban lain atas fenomena penggunaan anggaran pendidikan 20 persen dari APBN yang tidak optimal dalam pemenuhan pendidikan.
Lebih dari itu pendidikan perguruan tinggi hanya dianggap sebagai kebutuhan tersier ( tidak wajib dipenuhi ). Berdasarkan data DPR anggaran perguruan tinggi hanya Rp 38,5 Triliun dari total anggaran pendidikan sejumlah Rp 660 Triliun.
Hal tersebut mengakibatkan perguruan tinggi bekerja mengelola keuangan agar tetap menjalankan operasional pendidikan. Permasalahan pendidikan sebagian dari penentu kesejahteraan rakyat dalam menagih akses pendidikan bagi semua kalangan masyarakat khususnya masyarakat subordinat.
Permasalahan pendidikan belum sepenuhnya mengarah terhadap makna kesejahteraan pendidikan. Standar mutu pelayanan minimal hanya berada di angka 88,8% Sekolah di Indonesia.
44,84 % di bawah standar minimum pendidikan untuk Sekolah SD. 26% belum memenuhi standar pelayanan pendidikan setara SMP dan SMA, dikutip dari hasil penelitian di tahun 2023 tentang pentingnya pemerataan di Sekolah terpencil.
Terlebih masih banyak anak-anak yang masih tergolong ke dalam Anak Tidak Sekolah (ATS). Dilansir dari data Kemdikbud.go.id anak-anak LTM atau lulus tidak melanjutkan masih sangat tinggi di beberapa Provinsi, antara lain Prov. Jatim dengan total 145.271 lulusan SD dan SMP, Prov. Dki Jakarta 23.683 lulusan SD dan SMP, Prov. Kaltim 15.264 lulusan SD dan SMP, serta Prov. Papua 3.747.
Data di atas menunjukan bahwa pendidikan masih menjadi barang elit untuk dapat diakses oleh semua kalangan masyarakat. Secara fenomenologis rakyat masih belum sejahtera dalam hal pendidikannya, sebab indikator kesejahteraan menyebutkan pendidikan sebagai cara membangun kecerdasan kehidupan bangsa masih belum terlaksana dengan optimal.
Secara tidak langsung keberhasilan pemerataan kesejahteraan hanya sekedar dalil untuk menutupi kegagalan dan kurangnya keseriusan dalam menangani kesejahteraan pendidikan bangsa.
Kontradiksi Kesejahteraan Dan Ketiadaan Lapangan Pekerja.
Menurut Presiden Jokowi periode 2015-2024 Indonesia berhasil menambahkan tenaga kerja baru sebanyak 21,3 juta orang. Indikator kesejahteraan masyarakat meningkat secara signifikan. Hal tersebut ditandai dengan penurunan tingkat pengangguran dan kemiskinan.
Lebih lanjut lagi tingkat pengangguran turun 4,8 persen di tahun 2024. Tetapi dibalik itu semua, terdapat angka pengangguran tinggi pada penduduk usia muda yang diakibatkan rendahnya penyerapan tenaga kerja.
Badan Pusat Statistik ( BPS) menunjukan per Februari dari 149,38 juta angkatan kerja, masih sebanyak 7,20 juta orang atau setara 4,28 % pengangguran. Jumlah pengangguran masih ditempati oleh golongan kelompok produktif dengan usia 15-25 tahun dengan jumlah mencapai 1,2 juta orang atau setara 16,82 persen.
Lebih miris lagi semua kelompok produktif memiliki background pendidikan yang berselogan lulus langsung kerja antara lain SMK dan Perguruan Tinggi atau S1. Tidak menutup kemungkinan bahwasannya saat ini Indonesia memiliki tingkat pengangguran berpendidikan tertinggi se-Asean. Sangat kontradiksi dengan Statement Jokowi mengenai kesejahteraan meningkat.
Berdasarkan data International Monetary Fund (IMF) per April 2024 tingkat pengangguran di Indonesia menempati nomor urutan pertama dengan total mencapai 5,2 %.
Sangat tertinggal jauh oleh negara serumpun yakni Malaysia dengan jumlah 3,5 % menempati urutan ke empat dari negara paling minim tingkat penganggurannya. Badai PHK tahun ini sedang gencar-gencar mengancam kesejahteraan buruh.
Kementerian Ketenagakerjaan melaporkan 32.064 pekerja terdampak pemutusan hubungan kerja atau PHK pada Periode Januari sampai Juni 2024.
Jakarta sebagai kota di pulau jawa yang mengalami angka PHK tertinggi menyentuh angka 7.469 orang dan disusul oleh Jawa Tengah berjumlah 2.955 orang.
Munculnya aturan RUU Cipta Kerja yang dibanggkan oleh Presiden, sebenarnya memiliki keterkaitan dengan permasalahan bagi tenaga kerja. Terlepas memang aturan tersebut cacat dalam ranah keberlanjutan kawasan hutan ( ekologi ).
RUU Cipta Kerja BAB ketenagakerjaan terdapat kontradiksi yang berhubungan dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). UU Cipta kerja menghapuskan ketentuan PKWT yang sudah melewati jangka waktu maksimal 2 Tahun ditambah menjadi 1 Tahun.
Secara kacamata hukum PKWT berubah menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu. Ketentuan baru UU Ciptaker menghilangkan kesempatan pekerja untuk berubah status awalnya pekerja kontrak menjadi pekerja tetap.
Pasal 151 ayat 2 UU Ciptaker membuka kesempatan PHK hanya dilakukan sepihak dari pengusaha ke pekerja, tanpa melewati keterlibatan serikat pekerja dan hubungan industrial.
Terkait pesangon PHK UU ini hanya memberikan dibawah 19 kali upah, dibanding UU ketenagakerjaan dengan 32 kali upah. Perubahan ketentuan terkait PHK dalam UU Cipta Kerja intinya memperlihatkan kerentanan buruh lebih mudah terkena PHK.
Minimnya ketersediaan lapangan pekerjaan menjadi salah satu faktor penyumbang kegagalan pemerintah dalam mensejahterakan rakyat. Hal itu disebabkan karena ketimpangan jumlah lapangan kerja yang tersedia berbeda jauh dengan angka kebutuhan pelamar kerja di usia produktif.
Selain itu, ketidak cocokan bias softskill yang dimiliki oleh pelamar dengan kebutuhan utama di sektor industri. Ironisnya beban ketidaksesuaian tersebut lebih banyak dibebankan pada sektor pendidikan.
Pendidikan hanya dijadikan pragmatisme sekedar pemenuhan mendapatkan kerja tanpa adanya pendidikan karakter di setiap individunya.
Program andalan Pemerintah seperti Pra Kerja yang sudah berjalan sejak 2020 sampai saat ini belum terbukti efektif meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Program Pra Kerja hanya berfungsi sebagai bantalan sosial.
Laporan evaluasi Pra Kerja 2023 menyebutkan program Pra Kerja hanya berfungsi sebagai insentif bagi peserta yang mendapatkan untuk biaya pemenuhan kebutuhan sehari-hari, tidak untuk modal usaha.
Dalil kesejahteraan masyarakat dalam mendapatkan pekerjaan dan angka pengangguran turun yang digembor-gemborkan oleh Presiden maupun Stakeholder lainnya, hanyalah bias ketidakcocokan antara pernyataan dengan realitas yang ada.
Jadi dalam hal ini masyarakat belum sepenuhnya mendapatkan kesejahteraan signifikan dan penambahan lapangan kerja sesuai seperti yang diucapkan oleh Presiden.
Kontradiksi Dalil Ketepatan Food Estate
Food Estate sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional ( PSN ) yang digagas oleh stakeholder untuk mengalih fungsikan lahan menjadi ladang pertanian atau lumbung pangan.
Apakah lumbung pangan food estate tersebut berjalan dan berdampak baik, sekalipun harus mengalihfungsikan lahan yang ada?, serta siapa yang untung dan buntung dalam proyek ini, lalu mengapa hal itu terjadi?.
PSN food estate tidak berjalan dengan baik. Proyek ini memiliki kecacatan dalam keterkaitan dengan konsep keberlanjutan dan kesejahteraan manusia.
Food estate menjadi cara stakeholder untuk melakukan ekspansi secara masif dibalut dengan proyek PSN andalan Presiden. Ekspansi pertanian jutaan hektar yang merambah hutan dan lahan gambut digadang-gadang sebagai solusi krisis pangan.
Ekspansi tersebut secara perlahan mengikis hutan hujan tropis, lahan gambut, dan aneka satwa liar hingga tempat tinggal atau tanah milik masyarakat adat yang seharusnya kehidupan masyarakat adat dilindungi dan dihormati oleh negara, mengingat dengan pasal 18B ayat 2 dan pasal 28I ayat 3 UUD 1945 tentang eksistensi masyarakat adat.
Program Food Estate dikuatkan dengan dukungan UU Ciptaker, menurut Catatan Kritis Terhadap UU No 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja yang dikaji oleh akademisi UGM.
UU tersebut melemahkan aspek keutamaan tentang keberlanjutan lingkungan alam dan konservasi lingkungan. Terdapat pelemahan hubungan Kajian Lingkungan Hidup Strategis ( KLHS) dengan tata ruang. Selain itu, UU Ciptaker memiliki penghilangan kriteria minimal kawasan hutan.
Secara tidak langsung Program food estate memang sudah disusun rapi-rapi oleh stakeholder untuk melanggengkan oligarki yang menanggalkan hak-hak kemanusiaan masyarakat adat. Dampak food estate ini 718 hektar lahan di Kalimantan Tengah terindikasi deforestasi termasuk di dalam kawasan gambut.
Selain itu, wilayah Kalimantan Tengah sering dilanda banjir cukup parah. Bencana tersebut tidak lepas dari kerusakan hutan dan lahan gambut akibat adanya proyek food estate.
Di Papua tepatnya Zanegi Kabupaten Merauke, masyarakat tersebut justru kehilangan sumber pangan lokal mereka karena masuknya food estate. Hal itu disebabkan wilayah-wilayah pohon sagu mereka ditebang dan diupayakan menjadi tanaman padi, tetapi pada kenyataannya tahun 2021-2022 tidak terjadi panen padi atau gagal panen.
Siapa yang untung dari Proyek tersebut apabila masyarakat lokal mengalami kebuntungan nasib?. Yang diuntungkan adalah pihak pengusaha swasta atau sektor swasta, karena sektor swasta mendapatkan keuntungan dari anggaran negara yang dipakai.
Hampir sektor swasta dimiliki oleh elit politik dan selalu terhubung secara menggurita antara pengusaha dengan pemimpin negara. Hasil temuan Tempo dengan The Gecko Project adanya keterlibatan perusahaan swasta milik pendiri partai demokrat dan perusahaan milik Calon Presiden terpilih 2024.
Alih-alih lumbung pangan tersebut untuk penguatan sektor pangan dalam negeri, malah menjadi suplay peningkatan ketahanan pangan Korea Selatan melalui perjanjian kerjasama antara investor dengan perusahaan swasta.
Masyarakat adat sama sekali tidak memiliki power apapun dalam merebut atau bahkan mempertahankan tanah ulayatnya. Masyarakat adat Dayak, masyarakat adat Papua, Kelompok adat Pargamanan, Kelompok adat Bintang Maria, Masyarakat adat Batak Toba, Mereka hanya dijadikan sebagai masyarakat pelengkap keindahan keberagaman suku di Indonesia.
Tidak adanya UU yang melindunginya, tidak adanya pembangunan yang berpihak terhadap mereka. Tagar viral di medsos All Eyes On Papua menjadi salah satu bukti betapa lemahnya masyarakat adat dalam menjaga hak ulayatnya atas pemberangusan pembangunan dengan dalih demi bangsa dan negara.
Harum Bunga Negara
Kegagalan pemerataan kesejahteraan pendidikan, kegagalan kesejahteraan dan ketiadaan lapangan pekerjaan ( sektor pekerjaan), kegagalan ketepatan food estate, Kerusakan lingkungan hutan, oportunis stakeholder terhadap keberlangsungan masyarakat adat.
Tidak tercapainya indikator-indikator kesejahteraan dengan fenomenologis yang ada, tidak terwujudnya empat pilar Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN), dan pengangguran tertinggi se-ASEAN.
Semua permasalahan tersebut tidak pernah diucapkan oleh semua pemangku kepentingan. Mereka hanya mengabarkan kehebatannya dalam memperindah situasi, mereka hanya merias diri dengan ornamen-ornamen pakaian adat, mereka nyaman menyantap makanan atau melancong ke luar negeri, tanpa melihat disfungsional dari program-program mereka terhadap masyarakat subordinat.
Harum bunga Indonesia hanya terlihat indah dari gambar pemandangan gunung, sungai, hutan, lautan, dan senyuman masyarakat adat di lagu Indonesia Raya. (Wahyu).