SORBAN SANTRI– LBM PCNU Surakarta pada Ahad, 30 Agustus 2020 mengadakan Haul K.H. Abdul Wahab Siddiq. Acara tersebut digelar bersamaan dengan rutinan musyawarah Kubro ke-2 LBM pada bulan ini.
Ulama Solo yang terkenal sebagai Ahli Fikih ini memiliki nama kecil Abdurrahman Ad-Dakhil. Karena sering sakit, orang tuanya menggantinya dengan nama Abdul Wahab Siddiq. Ulama kelahiran Demak inis sejak kecil hidup di tengah Kota Demak. Beliau adalah putra Kiai Muhammad Siddiq yang masyhur sebagai ulama yang sabar.
Beberapa tetangganya menuturkan bahwa hampir tidak pernah ada pertengkaran dalam keluarga Kiai Muhamad Siddiq. Bahkan, anak-anaknya pun rukun, sabar, dan hampir tidak pernah marah. Maka dari itu, dikatakan oleh seorang kiai di Demak bahwa Kiai Muhammad Siddiq ini adalah salah satu Wali Allah Swt.
K.H. Abdul Wahhab Siddiq menghabiskan waktu kecilnya belajar kepada K.H. R. Muhammad putra K.H. Mahfudz At Tarmasi, seorang ulama Jawa yang aktif dalam percaturan pemikiran ulama-ulama Timur Tengah pada abad ke-18 Masehi. Waktu kecilnya dihabiskan mengkaji Al-Quran dan Kitab-Kitab salaf di Pondok Pesantren Bustanu ‘Usysyaqil Qur’an (BUQ) di Kota Demak.
Tidak puas menimba ilmu, Kiai yang kondang dan dikenal sebagai Macan LBM Solo ini melanjutkan pengembaraan ilmunya ke Pondok Pesantren Krapyak di bawah asuhan K.H. Ali Maksum Krapyak. Disanalah beliau banyak mengkaji Kitab-Kitab Besar para Ulama Salaf.
Di Krapyak, Beliau memperdalam Al-Quran dan Kitab-Kitab Kuning kepada Rais Aam PBNU ini. Mbah Kiai Wahhab selama di Krapyak dijuluki Wahhab Al Khottot karena Ahli Khot atau Kaligrafi. Yang dikemudian hari keahlian Khot ini menurun kepada putra keduanya H. Ahmad Syakir Wahhab. Adapun keahlian Arsitekturnya menurun kepada putra ke 5 nya H. Fattah Wahhab.
Selama di Krapyak, beliau juga mendalami Ilmu Syariah di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (saat itu PTAIN Yogyakarta ). Salah satu teman akrabnya di Krapyak adalah K.H. Mustofa Bisri (Gus Mus). Maka tidak heran ketika Mbah Wahhab meninggal, Gus Mus mengatakan merasa sangat kehilangan teman akrab yang ahli ilmu dari Kepatihan, Solo ini.
Masih dalam usia muda beliau menjadi Pegawai Negari di Kementerian Agama. Setelah itu, Tingginya Akhlak, mulianya budi pekerti serta kealiman belaiau, membuat banyak Kyai ingin mengambil menantu. Akhirnya hati beliau memilh Siti Aisyah sebagai pendamping hidup beliau. Ibu Nyai Siti Aisyah adalah putri KH. Abdul Jalal dan Ibu Nyai Siti Marfu’ah yang saat itu merupakan Aktifis Muslimat NU Surakarta.
Tidak berhenti di sini. Walaupun sudah menikah, hausnya mencari ilmu tidak turun. Beliau melanjutkan mencari ilmu dengan belajar ke Timur Tengah, tepatnya di Fakultas Syariah, Universitas Islam Madinah.
Oleh karena itu, putra pertamanya, H. Muhammad Aminuddin, lahir di Madinah. Ketika belajar di UIM, beliau merupakan kakak kelas dari K.H. Maftuh Batsumi menteri Agama RI periode 2004-2009.
Kegemaran beliau membaca Kitab membuat rumahnya penuh dengan Kitab-kitab besar. Rumah beliau bagaikan perpustakaan ilmu yang sangat lengkap.
Sepulang dari Timur Tengah, beliau berkhidmat di LBM NU Surakarta bersama K.H. Mudzakir, K.H. Abdurrohim, K.H. Daimul Ihsan, dan kiai-kiai yang lain.
Di akhir masa jabatannya beliau menjabat sebagai Syuriyah dan Mustasyar di PCNU Surakarta. Selain itu, beliau juga berkhidmat menjadi Rektor UNU Surakarta.
Kiai yang satu ini terkenal dekat dengan berbagai golongan. Beliau akrab dengan Pengurus Muhammadiyah, Syarikat Islam, bahkan nonmuslim. Maka, tidak mengherankan ketika beliau meninggal dunia yang hadir melayat berasal dari berbagai golongan dan agama.
Semangat beliau mengisi diberbagai Majelis Taklim dan Nahdlatul Ulama di Solo Raya ini, tidak membuatnya lupa berkarya. Beliau menulis beberapa Buku dan Kitab anatara lain Majmu’atu Ayatil Qur’an fil Aqidah ( Berisi Kumpulan Ayat-Ayat Quran tentang Aqidah dan Tauhid ), Majmu’atu Ayatil Qur’an fil Akhlak ( Berisi Kumpulan Ayat-Ayat Quran tentang Akhlak ), dan Kitab kitab lainnya.
Kyai yang juga juga ahli dibidang Ilmu Falaq ini juga menyusun Jadwal Shalat, Syuruq dan Imsakiyyah tahunan untuk wilayah Solo dan Sekitarnya. Maha karya dalam Ilmu Falak ini masih dipakai sampai sekarang. Beliau juga membuat Kompas arah Kiblat dan uniknya hampir semua desain tempat wudlu yang beliau buat menghadap kearah kiblat.
Kyai yang hatinya selalu tertambat kepada masjid ini mengampu beberapa masjid di Solo antara lain Masjid Jami’ Al Fatih, Masjid Jami’ Ummu Umar dan Langgar Sawunggaling.
Kiai dengan 6 anak dan Imam Masjid AL Fatih Kepatihan Wetan Solo ini berpulang ke rahmatullah pada usia 83 tahun karena sakit Ahad, 9 April 2016 pukul 09.05 WIB. Almarhum dimakamkan di Makam Barisan Ulama bersama Ulama lainnya di Soloraya.
Ketua LBM PCNU Surakarta, Kiai Ahmad Muhamad Mustain Nasoha yang akrab dipanggil Gus Mustain ini berharap agar para pengurus LBM PCNU Surakarta di masa sekarang bisa meniru semangat beliau menimba ilmu dan berkhidmat di Nahdlatul Ulama. Menurutnya, sikap moderat atau tawasut Shohibul Haul sangat diperlukan di zaman sekarang ini. ( LBM PCNU Surakarta )