Saat Sayidina Ali bin Abi Thalib ,
mendengar kelompok Khawarij meneriakkan slogan “Tidak ada hukum kecuali dari Allah”, beliau langsung berkata, “Kalimatnya benar, tetapi tujuannya batil (buruk).”
Bahkan, tak lama berselang
beliau pun dibunuh oleh kaum Khawarij
dengan mengatasnamakan slogan tersebut.
Dari peristiwa ini setidaknya bisa
diambil hikmah bahwa ada orang-orang
yang tulus menghormati kalimat suci dan ada
pula orang-orang yg hanya mempolitisasinya.
Politisasi agama semacam ini
juga pernah disinggung oleh Gustave
Le Bon dalam bukunya “The Crowd” (1895).
Ia mengungkap bahwa massa kerumunan bisa dibentuk oleh figur agamawan, di mana mereka dipersatukan oleh ide2sederhana dan dangkal Sang agamawan menganggap dirinya dewa, sedangkan para pengikutnya tunduk dalam ketaatan buta.
Mereka laksana zombie yg dengan mudah digiring menuju intoleransi dan kekerasan.
Hizbut Tahrir (HTI) jelas
bukan organisasi kemarin sore.
Mereka tahu betul bagaimana mempolitisasi simbol-simbol agama, demi menciptakan massa dan opini publik.
Pada peristiwa Garut misalnya,
HTI seketika menggorengnya menjadi
isu pembakaran bendera tauhid. Umat Islam
di negeri ini sejenak dibuat kaget oleh stigma tersebut yang semakin dikobarkan oleh kubu oposisi.
Massa pun dikerahkan untuk berdemonstrasi dengan tajuk “Aksi Bela Tauhid” dan sekaligus menyisipkan pesan politik “Ganti Presiden”.
Banser NU selama ini,
Memang dianggap penghalang besar
bagi kelompok-kelompok radikal intoleran di negeri ini dalam mewujudkan agenda khilafah mereka.
Karena itu, cara yang paling ampuh untuk melumpuhkan Banser adalah membunuh karakternya dan membenturkannya dengan umat Islam. Oleh sebab itu, provokasi sistematis kerap dilakukan oleh HTI di acara-acara NU, seperti acara pengajian Habib Lutfi bin Yahya sebulan yang lalu dan puncaknya di momen besar Hari Santri Nasional.
Saya rasa, Banser adalah langkah awal,
tujuan utamanya adalah pelumpuhan NU.
Dengan demikian, para kader
Banser dan NU mesti bermain cantik
dan cerdik dalam menghadapi provokasi tersebut. Jangan sampai terjerat emosi dan masuk kedalam jebakan HTI dan kroni-kroninya
Namun demikian,
Terlepas dari itu semua, ada
hikmah lain di balik peristiwa Garut tersebut.
Para pentolan dan kader HTI
beserta kelompok-kelompok sejawatnya,
yang selama ini aman bersembunyi, kini menjadi terbongkar identitasnya melalui aksi-aksi mereka sendiri. Foto dan video mereka telah tersebar dalam media sosial.
Ini tentu memudahkan pihak Kepolisian
untuk mengawasi dan menindak mereka.
Wallahu A’lam.