banner 728x250

SEJARAH DAN LEGENDA GUNUNG SEMERU PAKU PULAU JAWA

  • Bagikan
banner 468x60

sorbansantri.com –  Setu Wage, 4 Desember 2021, sekitar pukul 15.00 Gunung Semeru (Gunung Meru) yang terletak di Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Malang, Jawa Timur ini, mengalami erupsi cukup dahsyat. Seperti tanpa ada pemberitaan apapun di jagad media, kalaupun ada tidak seperti Gunung Merapi yang dalam beberapa bulam terakhir menghiasi berbagai pemberitaan lokal, nasional bahkan dunia, seolah-olah mengaget masyarakat ketika mendengar bahwa semeru “tiba-tiba” terjadi erupsi. Gunung yang dikenal sebagai gunung tertinggi di pulau Jawa dengan ketinggian mencapai 3.676 meter dari permukaan laut ini, sebagaimana gunung manapun memiliki kemenarikan dari sisi panorama, cerita, legenda dan mitos tersendiri. Selain panorama lavender, terdapat Danau Ranu Kumnolo serta pemandangan eksotis yang menjadi pemikat bagi para pendaki dan pecinta alam.

banner 336x280

Dari sisi legenda, gunung ini juga menyimpan legenda dan sejarah yang sangat menarik, bahkan dijuluki sebagai “paku pulau Jawa”. Sebagai mana catatan Rudi Badil, dkk dalam buku “Soe Hok Gie, Sekali Lagi: Buku, Pesta, dan Cinta di Alam Bangsanya”, diberitakan bahwa ada sebuah kitab kuno bernama “Tantu Pagelaran” yang diyakini berasal dari abad ke-15.

Di dalamnya dicatat bahwa suatu kala Pulau Jawa terombang-ambing di atas lautan. Dalam legenda itu diceritakan, Batara Guru (Sang Hyang tunggal) meminta para dewa dan raksasa untuk memindah Gunung Mahameru di India sebagai paku pada Pulau Jawa agar tidak bergerak. Gunung Mahameru kemudian diletakkan di barat Pulau Jawa. Namun, karena bagian timur pulau ini terjungkit ke atas, akhirnya Gunung Mahameru dipindahkan ke timur.

Baca Juga  SAKSI MATA PERISTIWA GUMENG KECAMATAN GONDANG

Dalam perjalanan pemindahan ini, Gunung Mahameru tercecer dan membentuk gunung-gunung lainnya di Pulau Jawa. Diantara “ceceran” tersebut adalah Gunung Lawu yang ada di Karanganyar, Jawa Tengah. Ketika Gunung Mahameru berhasil diletakkan di sebelah timur Pulau Jawa, posisinya miring ke arah utara. Sehingga, dikisahkan ujung gunung tersebut dipotong dan potongannya itu diletakkan di barat laut. Potongan gunung tersebut diberi nama Gunung Pawitra yang kini dikenal sebagai Gunung Penanggungan.

Dalam membaca sebuah legenda yang penuh hyperbol, tentu tidak bisa kita membaca secara “mentah” karena bisa merusak nalar, akan tetapi dari legenda bisa kita ambil hikmah bahkan catatan pengetahuan dengan menterjemahkan simbol-simbol cerita dalam legenda tersebut.

Versi lain (sebagai tambahan) dari The Seven Summits of Indonesia tulisan tulisan Hendri Agustin, dalam kepercayaan masyarakat Bali, Gunung Semeru diyakini adalah napak dari Gunung Agung yang ada di Bali. Dalam The Seven Summits of Indonesia dicatat, orang yang pertama kali mendaki Gunung Semeru adalah ahli geologi dari Belanda bernama Clignet di tahun 1838. Dia mendaki dari arah barat daya melalui pintu Widodaren. Tentu ini versi “Narasi Belanda”. Faktanya, sangat mungkin sebelum itu sudah beberapa kali dilakukan pendakian tapi tidak tercatat secara baik…. “mungkin”.
Sedangkan dalam catatan sejarah pendakian semeru selanjutnya adalah pada tahun 1911 yang dilakukan oleh Van Gogh dan Heim melalui lereng urara. Di tahun 1945, ada seorang ahli botani Belanda yang mendaki melalui jalur utara, yaitu Ayek-ayek, Inder-inder, dan Kepolo. Sekali lagi ini catatan versi Belanda. Pasca pendakian di tahun 1945 tersebut, pendakian ke Gunung Semeru pada umumnya dilakukan dari arah utara melalui Ranu Pani dan Ranu Kumbolo, seperti yang banyak dilakukan saat ini.
Sejarah Erupsi Semeru
Dari jejak dan catatan berbagai sumber, Erupsi pertama kali Gunung Semeru tercatat pada 8 November 1818. Berpuluh-puluh aktivitas Gunung Semeru kemudian berlanjut dan yang terakhir tercatat adalah pada akhir 2020 lalu sampai Januari 2021 dan hari ini.
Ikut berdoa, semoga erupsi gunung berapi tertinggi ketiga di Indonesia berjenis strato hari ini akan membawa banyak hikmah bagi banyak pihak, terutama “pengelola” dan masyarakat sekitar. Bahwa alam memiliki “siklus” sendiri dan manusia adalah bagian dari siklus tersebut. Menjaga, merawat, menghormati dan mempersiapkan berbagai hal ketika alam melakukan siklusnya adalah hal-hal yang bisa kita lakukan, terutama “memprioritaskan” tindakan antisipatif ketika alam sudah mengirimkan tanda-tanda siklus nya.
“PRAY FOR SEMERU”
(abi sorban)

banner 336x280
banner 120x600
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan