Berita Video
sorbansantri.com – Kemiri Timur, Subah, Batang – Satu lagi anggota Ansor Banser angkatan 60-an yang layak kita kenang adalah Mbah Musrim, seorang warga Desa Kemiri Timur, Kecamatan Subah, Kabupaten Batang. Dalam kisahnya, Mbah Musrim menceritakan pengalamannya mengikuti pengkaderan di Ansor Banser pada masa itu yang sangat berbeda dengan sekarang.
Menurut cerita beliau, pengkaderan Ansor Banser pada zamannya berlangsung lebih dari satu minggu. Mbah Musrim harus menempuh perjalanan ke Rembang untuk mengikuti pelatihan tersebut dengan biaya sendiri. Tidak jarang, beliau harus berjalan kaki dalam keadaan kelaparan. “Dadi Banser jaman saiki kepenak, paling ngawal Kyai ceramah lan ngaji, kyaine ceramah bisa ditinggal udud. Jaman mbiyen ngawal uripe kyai, ngadepi wong-wong sing pengin mateni Kyai NU, bisa-bisa Dewe sing mati. Kancaku akeh sing mati orang genah kuburane,” ungkap Mbah Musrim dengan nada tegas.
(“Jadi Banser jaman sekarang itu enak, paling mengawal kyai ceramah dan ngaji, kyainya ceramah bisa ditinggal merokok. Jaman dulu mengawal hidup matinya kyai menghadapi orang-orang yang ingin membunuh kyai NU, kalau tidak hati-hati bisa mati sendiri. Banyak temanku mati tidak tahu di mana kuburnya.”)
Kisah Mbah Musrim menggambarkan betapa beratnya tugas anggota Ansor Banser pada masa itu. Mereka tidak hanya menjaga keselamatan para kyai saat ceramah, tetapi juga menghadapi ancaman nyata dari pihak-pihak yang ingin membunuh tokoh-tokoh NU.
Ketika ditanya mengenai sikapnya jika ada yang ingin mengganggu NU dan NKRI, Mbah Musrim menjawab dengan penuh semangat, “O….aja macem-macem, senajan wis tua, mlaku wis angel, aku tetep Melu maju, mati ya mati, ora urus sapa sing tak adepi. Saiki mati mbesuk ya mati. Luwih Mulya mati mbela kyai lan negara, timbang mati nggletak orang ngapa-ngapa!”
(“O…jangan macam-macam, walaupun sudah tua, berjalan sudah sulit, aku tetap ikut maju. Mati ya mati, tidak peduli siapa yang aku hadapi. Sekarang mati, besok mati. Lebih baik mati membela Kyai dan Negara, daripada mati tergeletak tidak melakukan apapun.”)
Kisah Mbah Musrim ini menjadi inspirasi bagi kita semua, khususnya anggota Ansor Banser generasi sekarang, untuk tetap teguh dalam menjaga dan mempertahankan nilai-nilai yang telah diperjuangkan oleh para pendahulu kita. Semoga semangat perjuangan beliau selalu menjadi teladan bagi kita semua. (AI Sorban)
@beritasorban Mengenang kisah inspiratif dari Mbah Musrim, anggota Ansor Banser angkatan 60-an dari Desa Kemiri Timur, Subah, Batang. Pada masa itu, Mbah Musrim mengikuti pengkaderan Banser di Rembang selama lebih dari satu minggu dengan biaya sendiri, seringkali berjalan kaki dalam keadaan kelaparan. Pengalaman berat ini tidak menyurutkan semangatnya. "Dadi Banser jaman saiki kepenak, paling ngawal Kyai ceramah lan ngaji, kyaine ceramah bisa ditinggal udud. Jaman mbiyen, ngawal uripe kyai, ngadepi wong-wong sing pengin mateni Kyai NU, bisa-bisa dewe sing mati," ujar Mbah Musrim. Beliau juga menyatakan, "O…aja macem-macem, senajan wis tua, mlaku wis angel, aku tetep melu maju. Luwih mulya mati mbela kyai lan negara, timbang mati nggletak ora ngapa-ngapa!" Kisah Mbah Musrim ini menjadi teladan bagi kita semua untuk terus menjaga dan mempertahankan nilai-nilai perjuangan. Tetap semangat, jaga NKRI! #AnsorBanser #MbahMusrim #PahlawanNU #SejarahBanser #NKRI #PerjuanganNU #KisahInspiratif #Banser60an #JagaKyai #SemangatPerjuangan #pyp ♬ suara asli – Sorban Santri