Ahsun AY-Yang saya senang,
sebenarnya bukan diangkatnya beliau
jadi anggota watimpres oleh Pak Jokowi,
Karena posisi seperti itu bagi saya tidak istimewa, presiden-presiden
sebelumnya juga dekat dengan Habib Luthfi, kalau menerima beliau sudah
jadi watimpres dari presiden-presiden sebelumnya. Sebab itu yang membuat
saya senang adalah bersedianya beliau jadi watimpres.
Itu yang membuat saya kaget.
Kalau saya sih, keyakinan saya,
kenapa dulu beliau tidak berkenan,
sekarang beliau bersedia jadi Watimpres, karena sekarang sudah direstui
Rasulullah saw (رسول الله صلى الله عليه وسلم). Kenapa Rasulullah saw
merestui? Soal itu saya tidak berani berandai-andai. Yang pasti kalau
Rasul merestui berarti Allah swt (الله سبحانه وتعالى) ridlo.
Banyak kejadian seperti itu. Yang saya saksikan sendiri, ketika 2010 mentashih Sejarah Nabi karya tulis Purna Santri Lirboyo, ketika sampai pada kisah Gonorik; bahwa Rasulullah saw dikisahkan -menurut sebuah riwayat– beliau menerima wahyu palsu, dan riwayat itu dimuat dalam Thobari,
Maulana Habib Luthfi “galau berat”
antara bagaimana memposisikan diri dihadapan Imam Thobari, ulama agung,
beliau tidak berani berkomentar, disisi lain mustahil Rasul menerima wahyu palsu.
Biasanya beliau istirahat -setiap hari- bakda dzuhur sampai ashar, saat itu beliau bermimpi Rasulullah saw dihadapan beliau ada Imam Thobari, dan 4 sahabat besar Nabi, Rasulullah memuji sikap Maulana Habib Luthfi, yang begitu menghormati ulamaNya, yaitu Imam Thobari, namun tetap membela nama baik Nabi saw. Kata beliau semua yang hadir tersenyum kepada beliau.
Ajibnya, biasanya ngaji dimulai jam 9
kadang
beliau turun jam 10, pada waktu itu beliau duduk ditempat ngaji jam 8,
sehabis terawih, dan santri belum ada yang datang.
Karena gembiranya bahwa beliau
telah mengambil posisi yang tepat antara
memuliakan Nabi dan menhormati ulamanya.
Dan secara langsung sikap beliau
diapresiasi Nabi saw. Kisah ini bisa dikonfirmasi ke banyak kawan-kawan
Lirboyo angkatan 2010, tentu saja kawan-kawan ini sekarang sudah jadi
kiyai di daerahnya
masing-masing.
Saya yakin di NU, banyak sekali
kiayi yang di bimbing langsung Nabi saw.
Maka dari itu para kiyai itu nguwalati. Prof Said Aqil Munawar,
menceritakan guru beliau, “Syeikh Yasin Al-Fadani bertemu Rasulullah
kapan saja syeikh Yasin mau…”, menayakan keabsahan suatu Hadis secara
langsung kepada Rasulullah saw. Kisah ini juga bisa dikonfirmasi
langsung, karena nara sumbernya, saksi hidupnya masih bersama kita.
Ini ulama yang semasa dengan kita,
bagaimana dengan syeikh Zakariya al-Anshari, Ibn Bajar Asqalani, Imam
Suyuthi, Abdul wahab Syarani, Imam Ghazali, Imam Haramain, Imam
Baqilani, Tabiin dan Sobatan Nabi? Makanya kiyai NU jarang yang
melompati guru-guru mereka langsung ke para sahabat, karena pangkat
ruhani mereka tak terbayangkan.
Para ulama kita urusan ‘sepele’ saja
menunggu restu Rasulullah saw, apalagi menjadi Wapres atau Watimpres, rasa-rasanya tidak mungkin atas kemauan sendiri.
Mereka sudah tidak memiliki الغرض النفسية, kepentingan pribadi, atau tindakan-tindakan untuk memuaskan hasrat.
Orang mungkin melihatnya, Habib Luthfi mendapat mandat dari pak Jokowi, tapi saya melihat beliau sedang menjalankan tugas baru dari Rasulullah saw.
[Urun rembug mengungkapkan
kebahagiaan yang sangat atas bersedianya beliau jadi Watimpres Pak Jokowi].