Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Nahdlatul Ulama'Sejarah

Mukibul Pura-Pura Lupa Pada Sejarah

×

Mukibul Pura-Pura Lupa Pada Sejarah

Sebarkan artikel ini
SORBANSANTRI.COM

Mojokerto, SorbanSantri.com – Sejarah mencatat bahwa awal kemerdekaan Indonesia diwarnai oleh berbagai perjuangan dan pengkhianatan. Salah satunya adalah kisah Muso Al-Musawwa Klan Balawi, seorang habib yang mengajarkan ideologi komunisme. Muso, yang terinspirasi oleh ideologi komunisme dari Yaman, terlibat dalam pembunuhan Gubernur pertama Jawa Timur, Suryo. TNI akhirnya menumpas Muso dan komplotannya, membakar mereka hidup-hidup di Alun-alun Purworejo.

Tragedi ini seharusnya menjadi pelajaran penting bahwa rakyat Indonesia hanya menginginkan Pancasila sebagai dasar negara. Namun, ketika Muso menyebarkan komunisme, mengapa Rabithah Alawiyah (RA) tidak memperingatkannya? Pertanyaan ini kembali mengemuka ketika sejarah berulang di tahun 1965 dengan tokoh Achmad Ja’far Al-Aidid atau D.N. Aidit, serta para habaib lainnya yang memperjuangkan sistem komunisme di Indonesia. Mereka juga berakhir tragis, seperti Aidit yang ditembak mati di Boyolali.

Example 500x500

Tidak hanya pada masa awal kemerdekaan, propaganda radikal kembali muncul. Rizieq Shihab, misalnya, mempengaruhi umat Islam di Indonesia untuk mendukung ISIS. Namun, RA tidak mengambil tindakan tegas untuk memperingatkannya. Demikian pula pada tahun 2012, ketika keterlibatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dalam Front Pembela Islam (FPI) terjadi, RA dan habaib lainnya tidak melakukan pencegahan yang diperlukan.

Example 300250
Example floating

Pesan Bijak

SORBANSANTRI.COM
Pendidikan

Pemuda Nahdlatul Ulama (NU) semakin menguatkan perannya dalam dunia digital. Melalui media sosial, mereka tak hanya berdakwah, tetapi juga menyebarkan pesan damai dan toleransi. Seperti Kang Abi Tsani, tokoh muda NU yang aktif menyampaikan dakwah melalui platform digital, mengajak generasi muda untuk bergabung dalam dakwah positif.

SORBANSANTRI.COM
Berita Utama

BANSER yang dikenal dengan semangat perjuangan kemanusiaan tanpa memandang ras atau politik, mengalami penolakan dari raja-raja Bali saat menggelar Apel Kesetiaan. Ironisnya, acara ini bertepatan dengan Muktamar PKB yang hanya berjarak tidak terlalu jauh. Tanpa koordinasi yang baik, kegiatan BANSER ini justru menimbulkan gesekan, bahkan perintah untuk memulangkan pasukan BANSER dilakukan secara tiba-tiba. Di tengah memanasnya hubungan PBNU dan PKB, kejadian ini menimbulkan pertanyaan tentang netralitas dan komitmen BANSER. Bagaimana tanggapan mereka?