SORBAN SANTRI– Jangan heran, jika ada orang bertamu ke rumah Habib Abdullah bin Muhammad Baharun. Hampir pasti akan disuguhi yg enak-enak, karna Abuya (panggilan khusus dari santri beliau) sangat menghormati tamunya (ikrom dluyuf).
Suatu ketika, beberapa ustadz dari Indonesia sedang ada rauhah (semacam pertemuan sederhana) di rumah Abuya Habib Abdullah, dan biasanya diakhiri dengan makan-makan. Setelah selesai makan, ada beberapa ustadz yg membantu bersih-bersih sisa-sisa makanan (karna biasanya para putra Abuya sendiri yg bersih-bersih).
Dikumpulkanlah nampan-nampan bekas makan, begitu juga sisa-sisa makanan ditaruh dalam satu plastik, ketika hendak dibuang ke tempat sampah, tiba-tiba ada putra Abuya yg berseloroh :
“La tarmihi, al-walid ba yaz’al” (Jangan dibuang! Abi nanti bakal marah).
“Leh?” (Loh, kenapa?) Tanya salah satu ustadz.
“Nanti akan kami kumpulkan sisa-sisa makanan itu, kami taruh di kulkas, dan besok dipanaskan kembali untuk kami makan.” Jawab putra Abuya santai.
Seketika ustadz tersebut termenung, sontak malu dan mau menangis. Bagaiamana tidak? Bekas sisa-sisa makan, yg biasa dibuang, tapi disimpan dan dimakan kembali oleh keluarga Abuya?
Allaaaah, bagaimana kehidupan kita kawan?
Habib Abdullah bin Muhammad Baharun. Rektor dengan puluhan ribu mahasiswa, yang tak pernah mengambil gaji. Semua harta beliau diinfakkan untuk kampus, rumah sempit masih menyewa dan berpindah-pindah, bahkan terakhir ini-pun rumah hanya dipinjami, tak punya mobil pribadi, karena jika punya kendaraan, beliau selalu jual untuk keperluan kampus.
Seluruh hidup beliau diwakafkan untuk dakwah di jalan Allah.
Oleh Kyai Noor Salikin Al-Farouq