sorbansantri.com – Seringkali kita melihat orang² islam bersalam cium tangan guru ibu bapa atau orang lebih tua dari mereka hingga membongkok badan mereka bagaimanakah hukumnya..? Ayuh kita semak..
Dari shahabat Anas bin Malik -radhiyallahu ‘anhu- , Beliau mengatakan:
“Seorang lelaki pernah mengatakan kepada Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- :
يَا رَسُولَ اللَّهِ الرَّجُلُ مِنَّا يَلْقَى أَخَاهُ أَوْ صَدِيقَهُ أَيَنْحَنِي لَهُ؟
“Wahai Rasulullah! Apabila salah seorang dari kami bertemu saudaranya atau sahabatnya;
Bolehkah ia menunduk (atau membungkuk) untuk (menghormati) nya?”
Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- menjawab: ”Tidak boleh”
[HR. At-Tirmidzi no. 2728 , Ibnu Majah no.3702, Ahmad no.13044, Al-Baihaqi dalam ”Al-Kubra” no.13573, Dan selainnya.]
Derajat Hadits: Hasan.
Dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani –rahimahullah- karena adanya 3 riwayat penguat. Lihat “Ash-Shohihah” no. 160, dan “Al-Misykah” no.4680.
Begitu juga tidak boleh membungkuk yakni merunduk seperti orang yang rukuk hal ini tidak boleh karena rukuk itu ibadah sehingga tidak boleh membungkuk di hadapan seseorang.
Adapun membungkuk dalam rangka merunduk terhadapnya karena ia seorang yang pendek sedangkan orang yang membungkuk muslim berpostur tinggi sehingga si muslim membungkuk kepadanya sampai menjabat tangannya namun bukan dalam rangka mengagungkan tetapi orang muslim yang ada dihadapannya itu pendek, lumpuh atau dalam posisi duduk maka tidak masalah melakukannya.
Adapun membungkuk dalam rangka mengagungkannya hal ini tidak boleh dan dikhawatirkan termasuk perbuatan syirik jika, bertujuan mengagungkannya.
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani mengatakan:
“Tentang cium tangan dalam hal ini terdapat banyak hadits dan riwayat dari salaf yang secara keseluruhan menunjukkan bahwa hadits tersebut shahih dari Nabi. Oleh karena itu, kami berpandangan bolehnya mencium tangan seorang ulama (baca:ustadz atau kyai) jika memenuhi beberapa syarat berikut ini.
- Cium tangan tersebut tidaklah dijadikan sebagai kebiasaan. Sehingga pak kyai terbiasa menjulurkan tangannya kepada murid-muridnya. Begitu pula murid terbiasa ngalap berkah dengan mencium tangan gurunya. Hal ini dikarenakan Nabi sendiri jarang-jarang tangan beliau dicium oleh para shahabat. Jika demikian maka tidak boleh menjadikannya sebagai kebiasaan yang dilakukan terus menerus sebagaimana kita ketahui dalam pembahasan kaedah-kaedah fiqh.
-
Cium tangan tersebut tidaklah menyebabkan ulama tersebut merasa sombong dan lebih baik dari pada yang lain serta menganggap dirinyalah yang paling hebat sebagai realita yang ada pada sebagai kyai.
-
Cium tangan tersebut tidak menyebabkan hilangnya sunnah Nabi yang sudah diketahui semisal jabat tangan. Jabat tangan adalah suatu amal yang dianjurkan berdasarkan perbuatan dan sabda Nabi. Jabat tangan adalah sebab rontoknya dosa-dosa orang yang melakukannya sebagaimana terdapat dalam beberapa hadits. Oleh karena itu, tidaklah diperbolehkan menghilangkan sunnah jabat tangan karena mengejar suatu amalan yang status maksimalnya adalah amalan yang dibolehkan (Silsilah Shahihah 1/159, Maktabah Syamilah).
Akan tetapi perlu kita tambahkan syarat keempat yaitu ulama yang dicium tangannya tersebut adalah ulama ahli sunnah bukan ulama pembela amalan-amalan bid’ah.
Baarakallah fikum, semoga bermanfaat.. (gelombang sorban)