SORBAN SANTRI- Kisah ini kami angkat kembali, meskipun pernah kami post beberapa tahun yang lalu tentang pemberangkatan anggota Banser ke Tolikara Papua, agar Banser muda tahu bahwa saat konflik dengan isue agama di Tolikara Papua, Banser lah yang datang ke sana dan ikut memulihkan kondisi sehingga Umat Muslim Tolikara bisa dengan aman melaksanakan Ibadah seperti sebelumnya. Kali ini, akan kami angkat kisah lain di balik keberhasilan tersebut.
Cerita ini saya dengar langsung dari Kyai Faizin GZ Plelen Gringsing yang meminpin missi perdamaian ke Tolikara Papua.
Berawal dari tawaran Satkornas Banser kepada beberapa Satkorcab yang siap diberangkatkan ke Tolikara untuk misi perdamaian terhadap konflik Sara yang berujung pembakaran masjid.
Dari sekian satkorcab, ternyata Satkorcab Batang yang bersedia diberangkatkan. Meskipun dengan syarat yang berat, di antranya semua personel harus kebal senjata apapun dan ahli bela diri.
Perjalanan diawali dari Batang menuju Jakarta untuk mendapat pembekalan dan breffing. Selanjutnya setelah dua kali penerbangan, perjalanan dilanjutkan dengan jalur darat yang sangat panjang.
Begitu mendekati lokasi konflik, tiba-tiba pasukan Banser Batang yang berjumlah 15 orang itu dikepung oleh pasukan penduduk asli yang dibekingi pemberontak Papua. Dengan bersenjatakan panah, tombak dan golok, mereka siap menyerang rombongan banser yang berpakaian lengkap yang didampingi juru bicara atau pemandu dri orang asli Papua. Negosiasi panjang dilakukan dalam suasana sangat tegang dan mencekam.
Tiba² naluri Banser muncul dari Kyai Faizin, dengan lantang beliau berteriak,
“Kami pasukan Gus Dur.
Datang kesini utk berdamai dengan saudara² Papua.”
Begitu mendengar teriakan
“Pasukan Gus Dur maka sang pimpinan pasukan suku asli itu bangkit dan berteriak,
“Stop. Kita kedatangan saudara,
Gus Dur saudara, Gus Dur saudara.”
Maka, seketika semua pasukan pengepung itu meletakkan senjata dan maju merangkul dengan sangat akrab.”
Banser begitu diterima oleh semua komponen di Tolikara. Hingga missi perdamaian berhasil dengan kesepakatan² kedua belah pihak untuk mengakhiri konflik.
Ketika pasukan Banser Batang hendak pulang, pakaian seragamnya dilucuti dan diminta oleh penduduk asli. Mereka ingin memakainya dan berminat menjadi anggota Banser.
Demikianlah. Menurut Kyai Faizin, kita benar² meyakini kewalian *Gus Dur*. Sebab, meskipun telah tiada, nama besarnya masih bgitu berpengaruh dan ditakuti banyak pihak. Sehingga, wirid dan hizib yg telah diamalkan, kanuragan dan kesaktian yang telah disiapkan, tak jadi digunakan. Cukup dengan menyebut nama “Gus Dur”, semua bisa teratasi dan misi berjalan kancar.
(Kisah saya dengar dari Kyai Faizin dan saya kembangkan dengan redaksi saya. Kurang lebihnya bisa dikonfirmasi langsung kepada Beliau)
Sumber tulisan: Sodikin Rusydi, M. Ag. (Sahabat Ansor Reban Batang) tulisan asli dengan edit tanda baca seperlunya. (M. Wicaksono)