Beberapa surat kabar mengandaikan pertarungan ini seperti oplet melawan panser, dan oplet memenangkannya.
Mohamad Sobary menangkap peristiwa dramatis itu dengan tulisan yang tak kalah sarkastisnya “Menang Jadi Arang, Kalah Jadi Abu Hasan.”
NU sejak dulu jadi sasaran untuk direbut, dipecah, jika perlu dihancurkan. Ini terjadi karena NU adalah tipikal “benda hidup yang mudah bergaul, tapi tidak mudah untuk digauli”, meminjam penerjemahan HB. Jassin dalam Zarathustra.
NU adalah ganjalan bagi siapapun yang punya niat “aneh-aneh” terhadap bangsa ini. Banyak yang terkecoh – seolah gampangan, tapi ketika diajak berkhianat kepada Pancasila, NU tak mau kompromi.
Karenanya sudah dengan berbagai cara NU berusaha dikebiri, sejak era PKI, HTI hingga era FPI.
NU oleh kaum komunis bahkan disebut “Para Penyembah Tahayul”, oleh kaum Wahabi disebut “Para Penyembah Kuburan” dan berkali-kali Rizieq Shihab menyerang Ketua Umum NU sembari menghina dengan “membuta-butakan” Gus Dur.
Tapi dasar NU, ia tak pernah bergeser. “Maqomnya” sebagai pengawal kemajemukan bangsa tetap terjaga istiqomah.
Rumus paling sederhana adalah siapapun yang punya niat jahat dengan bangsa ini, pasti ingin melumpuhkan NU sebagai jurus awal.
Dan itu dilakukan oleh siapapun, termasuk oleh warga yang mengaku aqidah-nya sama. Janganlah mengira bahwa FPI amaliyah-nya berbeda dengan NU, termasuk mereka yang mengepung kediaman ibunda Mahfud MD kemarin – mereka sama, hanya niatan kepada bangsa ini berbeda.
Kesetiaan Nahdlatul Ulama kepada negara ini tidak akan pernah berubah. Dan tidak akan pernah mengendur hanya karena stigma “receh” yang seringkali diarahkan pada NU.
NU mungkin saja oplet, tapi pernah mengalahkan panser – mereka yang sekedar gerobak, harap berpikir ulang untuk bisa menghancurkan NU.
Dan akhirnya, ternyata karomah para masyayih NU adalah salah satu senjata ampuh masih kuat & tegaknya NU.
Alhamdulillaah… (PC NU BREBES)