JUMLAH KORBAN KONFLIK PKI
Aksi pemberontakan dan kekerasan yang dilakukan PKI menimbulkan konflik Horizontal kala itu, PKI yang melakukan pembantaian dan membuat onar dibanyak tempat pun akhirnya mendapatkan Perlawanan dari Masyarakat yang Non PKI. Banyak orang-orang PKI pun diburu oleh masyarakat yang sudah jenggah dengan kekejaman yang mereka lakukan. Dalam konflik PKI dan Masyarakat ini pun cukup banyak menelan korban jiwa, namun perkiraan jumlah korban jiwa yang muncul pun ternyata ada perbedaan antara pandangan pihak dalam negeri dengan pandangan pihak-pihak diluar negeri. Perhatikan tabel berikut ini:
Untuk menghadapi kekuatan pesantern itu PKI memiliki slogan tersediri yaitu “Pondok Bobrok, Langgar Bubar, Santri Mati !” (Pesantren Reot, Musholla Bubar, Santri Mati), Ternyata slogan itu bukan sekadar gertakan, tetapi benar-benar dilaksanakan. Sementara strateginya adalah teror, tangkap dan bantai. Penculikan terhadap para pimpinan pesantren yang selama ini aktif dalam perjuangan Kemerdekaan telah dimulai. Para kiai yang mengajarkan agama dan cinta tanah air itu dianggap menghambat agenda PKI karena itu harus disingkirkan.Ponpes Sabilil Muttaqien salah satu Pesantren Unggulan yang berada di Takeran – Magetan Jatim pada 17/9/1948 digeruduk oleh segerombolan PKI yang telah mengepung pesantren dengan baju serba hitam dan ikat kepala merah yang dipimpin Suhud seorang camat PKI. Mereka mencari Pengasuh Pesantren yakni KH. Imam Mursyid yang juga pemimpin Tarekat Syatariyah untuk diajak berunding, namun sayang itu cuma siasat PKI yang ingin menculik sang Kyai. Seusai Sholat Jum’at sang kyai pun dibawa PKI ke Gorang-Gareng, Mulanya KH, Imam Mursyid tidak mau ikut, tapi akhirnya sang kyai menyerah dan ikut dengan PKI, sebab jika melawan diancam pesantrennya akan dibakaar, santri dan keluarganya dihabisi. Kiai Musyid turut berjasa membantu KH. Wahid Hasyim angota BPUPKI merumuskan konsep Piagam Jakarta yang kemudian menjadi Mukadimah UUD 1945. Karena itu Mukadimah UUD 1945 itu sangat bernuansa religius suatu hal yang tidak disukai PKI.
Salah satu yang ikut menjemput KH. Imam Mussyid adalah Ilyas/alias sipit yang ternyata pernah jadi santri KH. Imam Musyid, jauh-jauh hari KH. Imam Mursyid sempat berujar jika dirinya tak lagi percaya dengan Sipit karena sudah tak pernah sholat lagi. Ketika dibawa PKI seorang santri mengajukan diri untuk ikut menemani sang kyai, namun sayang Semenjak itu KH. Imam Mursyid tak pernah kembali ke Pondok.
Dua hari berselang yakni pada minggu 19/9/1948 seorang kurir PKI datang ke Pesantren dengan membawa pesan KH. Imam Mursyid masih belum bisa pulang dan perundingan itu memerlukan kehadiran KH. Muhammad Noer (sepupu KH. Imam Mursyid). Tak cukup sampai disitu, kurir PKI kembali datang membawa pesan jika KH. Imam Mursyid dan KH. Muhammad Noer baru bisa pulang jika dijemput Ustad Turmudji (adik KH. Imam Mursyid). Mendengar kabar jika dirinya dicarai PKI Ustad Turmudji pun memilih menyelamatkan diri, meski tak menemukan Ustad Turmudji PKI justru melakukan penangkapan terhadap ustad-ustad di Pondok Sabilil Muttaqien termasuk menangkap ustad Pondok yang berasal dari Mesir. Keseluruhan kyai dan Ustad yang dibawa PKI dari Pesantren Sabilil Muttaqien ada 14 orang. Selepas itu mereka semua tidak pernah kembali ke Pondok dan malah ditemukaan menjadi mayat di sumur-sumur Pembantaian milik PKI yang ada di wilayah Magetan termasuk sumur maut di Pabrik Gula Gorang-Gareng Magetan.
Pesantren lain seperti Pesantren Burikan Magetan juga tak luput dari serbuan PKI. Pada Sabtu 18/9/1948 Pesantren Buikan dibakar oleh FDRPKI sementara kiainya ditangkap seperti Kyai Keang, Kyai Malik dan Mulyono semuanya dibantai dan dimasukkan lubang pembantaian yang sudah mereka siapkan di daerah Batokan. Harta benda mereka di rampas, berbagai kitab dibakar, sehingga santri bubar, menyelematkan diri kembali ke kampung halaman masing-masing, atau mengungsi ke daerah lain. Hal itu membuat pesantren semakin sepi dan keluarga pesantren tidak mendapat penjagaan yang ketat dari para santri. Penjagaan hanya dilakukan oleh keluarga kiai dan tetangga terdekat, sehingga posisi para kiai sangat terancam.
Lain lagi dengan cerita KH Sulaiman Zada karena santrinya sudah lama mengungsi, maka dengan mudah ditangkap gerombolan PKI, karena tidak melakukaan perlawanan maka Pesantren dibiarkan berdiri, walaupun santrinya sudah lama meliburkan diri sejak Madiun dilanda pemberontakan. Namun demikian nasib sang Kia dengan keluarganya tidak bisa terselamatkan di bawah pembantaian kelompok komunis yang sengaja ingin membumihanguskan pesantren sebagai basis gerakan Islam yang menghalangi ekspansi PKI. Baru beberapa tahun kemudian jenazahnya ditemukan. Bersambung,,
”]