sorbansantri.com – Ahlussunah wal Jamaah, atau yang sering dikenal sebagai Nahdlatul Ulama (NU), memiliki empat dasar atau dalil yang menjadi pedoman dalam menetapkan hukum-hukum Islam. Empat dasar ini adalah Al-Qur’an, Hadits, Ijma’, dan Qiyas. Berikut penjelasan singkat mengenai masing-masing dasar tersebut:
- Al-Qur’an:
Al-Qur’an adalah firman Allah yang menjadi petunjuk hidup bagi umat manusia. Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara Malaikat Jibril untuk diajarkan kepada umatnya. Sebagai sumber utama hukum Islam, Al-Qur’an memberikan panduan yang jelas dan lengkap untuk berbagai aspek kehidupan. - Hadits:
Hadits adalah perkataan, perbuatan, dan penetapan dari Nabi Muhammad SAW. Hadits berfungsi sebagai penjelas dan pelengkap Al-Qur’an. Melalui hadits, umat Islam dapat memahami lebih dalam mengenai cara-cara menjalankan ajaran Islam sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. - Ijma’:
Ijma’ adalah konsensus atau kesepakatan dari para ulama. Dalam hal ini, ijma’ merujuk pada kesepakatan empat imam besar dalam fiqh: Imam Malik, Imam Hanafi, Imam Syafi’i, dan Imam Hambali. Ijma’ digunakan untuk menetapkan hukum-hukum yang tidak secara eksplisit disebutkan dalam Al-Qur’an dan Hadits. - Qiyas:
Qiyas adalah analogi atau menyamakan hukumnya sesuatu yang tidak ada dalam nash (teks) Al-Qur’an dan Hadits dengan hukum sesuatu yang sudah tercantum dalam nash tersebut. Qiyas digunakan untuk menerapkan hukum pada masalah-masalah baru yang tidak ditemukan secara langsung dalam Al-Qur’an dan Hadits.
Cara Penetapan Hukum:
- Al-Qur’an sebagai Sumber Utama:
Jika suatu hukum dapat ditemukan dalam Al-Qur’an, maka hukum tersebut langsung diambil dari Al-Qur’an. - Hadits sebagai Sumber Kedua:
Jika suatu hukum tidak ditemukan dalam Al-Qur’an, maka beralih ke Hadits. Contohnya, Al-Qur’an menyuruh shalat, tetapi tidak menjelaskan jumlah shalat yang harus dilakukan sehari semalam. Maka, kita beralih ke Hadits yang menjelaskan hal tersebut, yaitu shalat lima kali sehari semalam. - Ijma’ sebagai Sumber Ketiga:
Jika dalam Hadits tidak ditemukan penjelasan yang dibutuhkan, maka beralih ke Ijma’ ulama. Misalnya, cara atau praktik shalat yang spesifik ditetapkan melalui ijma’ ulama empat mazhab. Tanpa ijma’ ulama, umat Islam tidak akan bisa mempraktekkan shalat dengan benar. - Qiyas sebagai Sumber Terakhir:
Jika tidak ditemukan dalam Al-Qur’an, Hadits, dan Ijma’ ulama, maka beralih ke Qiyas. Qiyas digunakan untuk menyamakan hukum sesuatu yang tidak tercantum dalam nash Al-Qur’an dan Hadits dengan hukum yang sudah tercantum dalam nash tersebut. Contoh Qiyas:
- Al-Qur’an mengharamkan membentak orang tua. Namun, hukum menjotos orang tua tidak disebutkan secara eksplisit. Maka, haramnya menjotos orang tua disamakan dengan haramnya membentak orang tua yang tercantum dalam nash Al-Qur’an.
- Hukum haramnya minum sabu-sabu tidak tercantum dalam nash Al-Qur’an. Namun, haramnya minum sabu-sabu disamakan dengan haramnya minum khamr (sesuatu yang memabukkan) yang sudah tercantum dalam nash Al-Qur’an.
Oleh: Tim SorbanSantri.com