Membaca Dinamika NU Struktural dan Kultural: Friksi, Tantangan, dan Solusi

  • Bagikan
SORBANSANTRI.COM

Oleh Redaksi Sorban Santri

Dalam beberapa waktu terakhir, istilah NU Struktural dan NU Kultural menjadi sorotan di kalangan Nahdlatul Ulama (NU). Kedua istilah ini kerap dipertentangkan dan menjadi bahan diskusi hangat. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan NU Struktural dan NU Kultural, serta bagaimana dinamika keduanya dalam kehidupan organisasi dan masyarakat?

NU Struktural: Pilar Organisasi

NU Struktural merujuk pada orang-orang yang terlibat langsung dalam kepengurusan formal Nahdlatul Ulama. Mereka di berbagai posisi, mulai dari , , hingga badan otonom NU di berbagai tingkatan, dari pusat hingga ranting.

Sebagai jam’iyyah (organisasi), keberadaan NU Struktural sangat penting untuk menjaga eksistensi dan menggerakkan program-program nyata, seperti pemberdayaan ekonomi, pendidikan, kebudayaan, dan pengembangan sumber daya . Namun, kinerja struktural sering menjadi sorotan, terutama ketika kader dinilai mandek atau hanya fokus pada politik praktis, tanpa memberikan manfaat nyata bagi jama’ah.

Ketika NU Struktural tidak menjalankan fungsinya dengan optimal, kritik muncul. Beberapa pihak bahkan menyerukan untuk kembali pada “NU Kultural” yang dianggap lebih murni dan bebas dari elit politik.

NU Kultural: Penggerak Tradisi

NU Kultural merujuk pada individu atau kelompok di lingkungan NU yang tidak masuk dalam struktur formal organisasi. Mereka seringkali aktif melestarikan tradisi keagamaan seperti tahlilan, , dan manaqiban, yang secara alami berjalan di masyarakat tanpa perlu campur tangan struktural.

Baca Juga  Pelantikan Pengurus Baru, Wujud Sukses Pengkaderan

Namun, istilah ini kadang digunakan secara negatif untuk menggambarkan orang-orang yang merasa termarjinalkan dari kepengurusan formal NU. Beberapa dari mereka bahkan mengkritik atau melakukan penggembosan terhadap NU Struktural.

Di sisi lain, kader-kader muda NU yang potensial dan memiliki loyalitas sering kali menghadapi kendala untuk masuk ke dalam kepengurusan struktural karena monopoli kelompok tertentu. Akibatnya, istilah NU Kultural semakin mengemuka sebagai antitesis terhadap NU Struktural.

Mencari Jalan Tengah

ini menggarisbawahi pentingnya moderasi dalam menyikapi dinamika di tubuh NU. Berikut adalah beberapa solusi yang dapat diterapkan:

  1. Rekrutmen Berbasis Kompetensi: dengan bakat, minat, dan loyalitas tinggi harus diberi akses untuk masuk ke dalam struktur organisasi. Kepentingan pribadi atau kelompok sempit harus disingkirkan demi kepentingan umat.
  2. Harmoni antara Struktural dan Kultural: Dikotomi antara harus dihentikan. Semua elemen NU, baik di dalam maupun di luar struktur formal, harus bersinergi mendukung program-program NU, khususnya yang berskala nasional.
  3. Kedewasaan Politik: NU perlu mendewasakan orientasi politiknya, terutama bagi kader yang terlibat dalam politik praktis. Konflik internal akibat rivalitas politik harus diminimalisir demi menjaga persatuan dan fokus pada kepentingan jama’ah.
Baca Juga  Ikfina Diskusi Soal Pentingnya Pembangunan Jalan dengan Milenial Mojokerto

Tantangan Global dan Lokal

Di tengah tantangan global dan lokal yang semakin kompleks, NU harus mampu menjawab kebutuhan umat dengan tetap berpegang pada prinsip moderasi ahlus sunnah wal jama’ah: tawassuth (moderat), tasamuh (toleran), tawazun (seimbang), dan ‘adl (adil). Dengan demikian, NU dapat terus menjadi pilar penting dalam kehidupan keagamaan, kebangsaan, dan kemasyarakatan.

Apakah friksi antara NU Struktural dan Kultural dapat diselesaikan? Kolaborasi dan kesadaran kolektif adalah kuncinya.

@beritasorban Struktural dan kultural, dua elemen penting di tubuh Nahdlatul Ulama yang kerap dibenturkan. Padahal, keduanya saling melengkapi. NU Struktural menjadi penggerak organisasi, sementara NU Kultural menjaga tradisi Islam yang khas. Sayangnya, dikotomi ini justru memicu konflik, apalagi ketika politik praktis ikut campur. Sorban Santri menegaskan, NU harus kembali pada khittah 1926: politik kebangsaan yang berorientasi pada kemaslahatan umat. Regenerasi harus berbasis kompetensi dan loyalitas, tanpa diskriminasi. Saatnya NU Struktural dan Kultural bersinergi, mengawal tradisi sekaligus memberdayakan umat. Bersama, NU bisa menjawab tantangan zaman, lokal maupun global. #NUKultural #NUStruktural #KolaborasiNU #fypシ゚ ♬ suara asli – Sorban Santri
  • Bagikan

Pesan Bijak