fbpx

MASIH BERTANYA TAWASSUL?

  • Bagikan
SORBANSANTRI.COM

SORBANSANTRI.COM

cyberaswaja.online- -sahabat masih banyak yang memohon penjelasan mengenai tawassul, wahai saudaraku, Allah SWT sudah memerintah kita melakukan tawassul, tawassul adalah mengambil perantara makhluk untuk doa kita pd Allah swt, Allah swt mengenalkan kita pada Iman dan Islam dengan perantara makhluk Nya, yaitu Nabi saw sebagai perantara pertama kita kepada Allah swt, lalu perantara kedua adalah para sahabat, lalu perantara ketiga adalah para tabi’in, demikian berpuluh puluh perantara sampai pada kita, yg mengajarkan kita islam, shalat, , zakat dll, barangkali perantara kita adalah ayah ibu kita, namun diatas mereka ada perantara, demikian bersambung hingga Nabi saw, sampailah kepada Allah swt.

Allah swt berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah/patuhlah kepada Allah swt dan carilah perantara yang dapat mendekatkan kepada Allah SWT dan berjuanglah di jalan Allah swt, agar kamu mendapatkan keberuntungan” (QS.Al-Maidah-35).

ini jelas menganjurkan kita untuk mengambil perantara antara kita dengan Allah, dan Rasul saw adalah sebaik baik perantara, dan beliau saw sendiri bersabda : “Barangsiapa yg mendengar lalu menjawab dg doa : “Wahai Allah Tuhan Pemilik Dakwah yg sempurna ini, dan shalat yg dijalankan ini, berilah Muhammad (saw) hak menjadi perantara dan limpahkan anugerah, dan bangkitkan untuknya Kedudukan yg terpuji sebagaimana yg telah kau janjikan padanya”. Maka halal baginya syafaatku” (Shahih Bukhari hadits no.589 dan hadits no.4442)
Hadits ini jelas bahwa Rasul saw menunjukkan bahwa beliau saw tak melarang tawassul pd beliau saw, bahkan orang yg mendoakan hak tawassul untuk beliau saw sudah dijanjikan syafaat beliau saw.

Tawassul ini boleh kepada amal shalih, misalnya doa : “Wahai Allah, demi amal perbuatanku yg saat itu kabulkanlah doaku”, sebagaimana telah teriwayatkan dalam Shahih Bukhari dalam hadits yg panjang menceritakan tiga orang yg terperangkap di goad an masing masing bertawassul pada amal shalihnya.

Dan boleh juga tawassul pada Nabi saw atau orang lainnya, sebagaimana yg diperbuat oleh Umar bin Khattab ra, bahwa Umar bin Khattab ra shalat istisqa lalu berdoa kepada Allah dg doa : “wahai Allah.., sungguh kami telah mengambil perantara (bertawassul) pada Mu dengan Nabi kami Muhammad saw agar kau turunkan hujan lalu kau turunkan hujan, maka kini kami mengambil perantara (bertawassul) pada Mu Dengan Paman Nabi Mu (Abbas bin Abdulmuttalib ra) yg melihat beliau sang Nabi saw maka turunkanlah hujan” maka hujanpun turun dg derasnya. (Shahih Bukhari hadits no.964 dan hadits no.3507).

Riwayat diatas menunjukkan bahwa :

  • Para sahabat besar bertawassul pada Nabi saw dan dikabulkan Allah swt.
  • Para sahabat besar bertawassul satu sama lain antara mereka dan dikabulkan Allah swt.
  • Para sahabat besar bertawassul pada keluarga Nabi saw (perhatikan ucapan Umar ra : “Dengan Paman nabi” (saw). Kenapa beliau tak ucapkan namanya saja?, misalnya Demi Abbas bin Abdulmuttalib ra?, namun justru beliau tak mengucapkan nama, tapi mengucapkan sebutan “Paman Nabi” dalam doanya kepada Allah, dan Allah mengabulkan doanya, menunjukkan bahwa Tawassul pada keluarga Nabi saw adalah perbuatan Sahabat besar, dan dikabulkan Allah.
  • Para sahabat besar bertawassul pada kemuliaan sahabatnya yg melihat Rasul saw, perhatikan ucapan Umar bin Khattab ra : “dengan pamannya yg melihatnya” (dengan paman nabi saw yg melihat Nabi saw) jelaslah bahwa melihat Rasul saw mempunyai kemuliaan tersendiri disisi Umar bin Khattab ra hingga beliau menyebutnya dalam doanya, maka melihat Rasul saw adalah kemuliaan yg ditawassuli Umar ra dan dikabulkan Allah.
Baca Juga  KELUARGA MAYIT MEMBERIKAN HIDANGAN

Dan boleh tawassul pada benda, sebagaimana Rasulullah saw bertawassul pada tanah dan air liur sebagian muslimin untuk kesembuhan, sebagaimana doa beliau saw ketika ada yg sakit : “Dengan Nama Allah atas tanah bumi kami, demi air liur sebagian dari kami, sembuhlah yg sakit pada kami, dg izin tuhan kami” (shahih Bukhari hadits no.5413, dan Shahih Muslim hadits no.2194), ucapan beliau saw : “demi air liur sebagian dari kami” menunjukkan bahwa beliau saw bertawassul dengan air liur mukminin yg dengan itu dapat menyembuhkan penyakit, dg izin Allah swt tentunya, sebagaimana dokter pun dapat menyembuhkan, namun dg izin Allah pula tentunya, juga beliau bertawassul pada tanah, menunjukkan diperbolehkannya bertawassul pada benda atau apa saja karena semuanya mengandung kemuliaan Allah swt, seluruh alam ini menyimpan kekuatan Allah dan seluruh alam ini berasal dari cahaya Allah swt.

Riwayat lain ketika datangnya seorang buta pada Rasul saw, seraya mengadukan kebutaannya dan minta didoakan agar sembuh, maka Rasul saw menyarankannya agar bersabar, namun orang ini tetap meminta agar Rasul saw berdoa untuk kesembuhannya, maka Rasul saw memerintahkannya untuk berwudhu, lalu shalat dua rakaat, lalu Rasul saw mengajarkan doa ini padanya, ucapkanlah : “Wahai Allah, Aku meminta kepada Mu, dan Menghadap kepada Mu, Demi Nabi Mu Nabi Muhammad, Nabi Pembawa , Wahai Muhammad, Sungguh aku menghadap demi dirimu (Muhammad saw), kepada Tuhanku dalam hajatku ini, maka kau kabulkan hajatku, wahai Allah jadikanlah ia memberi syafaat hajatku untukku” (Shahih Ibn Khuzaimah hadits no.1219, Mustadrak ala shahihain hadits no.1180 dan ia berkata hadits ini shahih dg syarat shahihain Imam Bukhari dan Muslim).

Hadits diatas ini jelas jelas Rasul saw mengajarkan orang buta ini agar berdoa dengan doa tersebut, Rasul saw yg mengajarkan padanya, bukan orang buta itu yg membuat buat doa ini, tapi Rasul saw yg mengajarkannya agar berdoa dengan doa itu, sebagaimana juga Rasul saw mengajarkan ummatnya bershalawat padanya, bersalam padanya.

Lalu muncullah pendapat saudara saudara kita, bahwa tawassul hanya boleh pada Nabi saw, pendapat ini tentunya keliru, karena Umar bin Khattab ra bertawassul pada Abbas bin Abdulmuttalib ra. Sebagaimana riwayat Shahih Bukhari diatas, bahkan Rasul saw bertawassul pada tanah dan air liur.

Baca Juga  Dilema Dalam Membela Agama

Adapula pendapat mengatakan tawassul hanya boleh pada yg hidup, pendapat ini ditentang dengan riwayat shahih berikut : “telah datang kepada utsman bin hanif ra seorang yg mengadukan bahwa Utsman bin Affan ra tak memperhatikan kebutuhannya, maka berkatalah Utsman bin Hanif ra : “berwudulah, lalu shalat lah dua rakaat di masjid, lalu berdoalah dg doa : “: “Wahai Allah, Aku meminta kepada Mu, dan Menghadap kepada Mu, Demi Nabi Mu Nabi Muhammad, Nabi Pembawa Kasih Sayang, Wahai Muhammad, Sungguh aku menghadap demi dirimu (Muhammad saw), kepada Tuhanku dalam hajatku ini, maka kau kabulkan hajatku, wahai Allah jadikanlah ia memberi syafaat hajatku untukku” (doa yg sama dg riwayat diatas)”, nanti selepas kau lakukan itu maka ikutlah dg ku kesuatu tempat.

Maka orang itupun melakukannya lalu utsman bin hanif ra mengajaknya masjid dan menuju rumah Utsman bin Affan ra, lalu orang itu masuk dan sebelum ia berkata apa apa Utsman bin Affan lebih dulu bertanya padanya : “apa hajatmu?”, orang itu menyebutkan hajatnya maka Utsman bin Affan ra memberinya. Dan orang itu keluar menemui Ustman bin Hanif ra dan berkata : “kau bicara apa pada utsman bin affan sampai ia segera mengabulkan hajatku ya..??”, maka berkata Utsman bin hanif ra : “aku tak bicara apa2 pada Utsman bin Affan ra tentangmu, Cuma aku menyaksikan Rasul saw mengajarkan doa itu pada orang buta dan sembuh”. (Majmu’ zawaid Juz 2 hal 279).

Tentunya doa ini dibaca setela wafatnya Rasul saw, dan itu diajarkan oleh Utsman bin hanif dan dikabulkan Allah.
Ucapan : Wahai Muhammad.. dalam doa tawassul itu banyak dipungkiri oleh sebagian saudara saudara kita, mereka berkata kenapa memanggil orang yg sudah mati?, kita menjawabnya : sungguh kita setiap shalat mengucapkan salam pada Nabi saw yg telah : Assalamu alaika ayyuhannabiyyu… (Salam sejahtera atasmu wahai nabi……), dan nabi saw menjawabnya, sebagaimana sabda beliau saw : “tiadalah seseorang bersalam kepadaku, kecuali Allah mengembalikan ruh ku hingga aku menjawab salamnya” (HR Sunan Imam Baihaqiy Alkubra hadits no.10.050)

Tawassul merupakan salah satu amalan yang sunnah dan tidak pernah diharamkan oleh Rasulullah saw, tak pula oleh ijma para Sahabat Radhiyallahu’anhum, tak pula oleh para tabi’in dan bahkan oleh para ulama serta imam-imam besar Muhadditsin, bahkan Allah memerintahkannya, Rasul saw mengajarkannya, sahabat radhiyallahu’anhum mengamalkannya.
Mereka berdoa dengan perantara atau tanpa perantara, tak ada yang mempermasalahkannya apalagi menentangnya bahkan mengharamkannya atau bahkan memusyrikan orang yang mengamalkannya.
Walillahi taufiq (sorban abi)

  • Bagikan

Pesan Bijak