asnuter, sorbansantri.com – Diantara perkara yang sudah menjadi tradisi atau kebiasan dikalangan masyarakat kita adalah memberikan hidangan ketika ada keluarga yang meninggal dunia.
Apakah hal semacam ini bias dibenarkan menurut tinjauan syariat agama ?
عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهَا كَانَتْ إِذَا مَاتَ الْمَيِّتُ مِنْ أَهْلِهَا فَاجْتَمَعَ لِذَلِكَ النِّسَاءُ ثمَّ تَفَرَّقْنَ إِلاَّ أَهْلَهَا وَخَاصَّتَهَا أَمَرَتْ بِبُرْمَةٍ مِنْ تَلْبِيْنَةٍ فَطُبِخَتْ ثُمَّ صُنِعَ ثَرِيْد فَصُبَّتِ التَّلْبِيْنَةُ عَلَيْهَا ثُمَّ قَالَتْ كُلْنَ مِنْهَا فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ التَّلْبِيْنَةُ مَجَمَّة لِفُؤَادِ الْمَرِيْضِ تَذْهَبُ بِبَعْضِ الْحُزْنِ (رواه البخاري رقم 5417 ورقم 5689 ومسلم رقم 2216)
“Diriwayatkan bahwa ketika keluarga Aisyah ada yang wafat maka wanita-wanita berkumpul, kemudian mereka pulang kecuali keluarga dan orang-orang tertentu saja. Aisyah memerintahkan untuk memasak semacam makanan adonan yang disebut Talbinah. Aisyah berkata: Makanlah! Karena saya mendengar Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya Talbinah dapat memperteguh hati orang yang sakit dan dapat menghilangkan sebagian kesusahannya” (HR al-Bukhari No 5417, No 5689 dan Muslim No 2216)
فَهَذَا يَدُلُّ عَلَى إِبَاحَةِ صُنْعِ أَهْلِ الْمَيِّتِ الطَّعَامَ وَالدَّعْوَةِ إِلَيْهِ بَلْ ذُكِرَ فِي الْبَزَّازِيَّةِ أَيْضًا مِنْ كِتَابِ اْلاِسْتِحْسَانِ وَإِنِ اتَّخَذَ طَعَامًا لِلْفُقَرَاءِ كَانَ حَسَنًا ا هـ
(حاشية الطحطاوي على مراقي الفلاح شرح نور الإيضاح 1 / 410)
“Hadis ini (riwayat ‘Ashim bin Kulaib) menunjukkan diperbolehkannya bagi keluarga yang meninggal untuk membuat makanan dan mengundang orang lain. Bahkan disebutkan dalam kitab al-Bazzaziyah juga secara metode Istihsan, yaitu bila membuatkan makanan untuk orang-orang fakir maka hukumnya bagus” (Hasyiyah al-Thahthawi I/410)
وَعَنِ الْأَحْنَفِ بْنِ قَيْسٍ قَالَ: حِيْنَ طُعِنَ عُمَرُ أَمَرَ صُهَيْبًا أَنْ يُصَلِّيَ بِالنَّاسِ ثَلَاثًا, وَأَمَرَ بِأَنْ يَجْعَلَ لِلنَاسِ طَعَامًا,
(ذكر الحافظ ابن حجر في كتابه “المطالب العالية في زوائد المسانيد الثمانية” (1/199), وقال إسناده حسن )
“ Dari al-Ahnaf bin Qais dia berkata: ketika sayyidina Umar RA menjelang wafat (karena ditikam dengan pisau oleh Abu lu’lu’ah al-Majusi) beliau menugas Suhaib untuk melaksanakan shalat dengan orang banyak tiga kali dan memerintahkan agar menyuguhkan makanan untuk mereka. (dinukil oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dalam kitab al-Mathalib al-‘Aliyah, Juz I, hal. 199, dengan sanad yang hasan).
Kesimpulan :
Melihat beberapa dalil diatas,bahwa tradisi memberikan hidangan kepada orang yang bertakziyah,hukumnya diperbolehkan,sebagaimana yang sudah berlaku dimasyarakat kita, bahkan hal tersebut sudah dilaksanakan sejak zaman generasi sahabat dan dicontohkan sendiri oleh Ummil Mukminin Siti Aisyah RA, dan juga anjuran salah satu Khulafatur Rasyidin yakni Umar Bin Khattab . (gus khotib – asnuter)