Aisyah dan Keluasan Ilmu
Aisyah kecil sudah sangat siap menerima Ilmu, bahwa ia banyak mengingat masa kecilnya dan kemudian diriwatkan dalam banyak hadis. (Khalid Abdul Mun’im, Thoriq lil Islam).
قول الإمام الزُّهْري: “لو جُمِع علم عائشة إلى علم جميع أمهات المؤمنين، وعلم جميع النساء، لكان علم عائشة أفضل”.
“Seandainya ilmu yang dimiliki Sayyidah Aisyah dibandingkan dengan ilmu Ummahat al-Mu’minin yang lainnya dan bahkan dengan semua perempuan di muka bumi, maka niscaya Sayyidah Aisyah yang lebih unggul keilmuannya”
Sebagaimana juga disampaikan oleh Mahammad bin ‘Ali dalam makalahnya “Hadist Zawajun Nabi bi ‘Aisyah”
….وكان نساء قريش يبلغ بعضهن عند السنة التاسعة كما قال الإمام الشافعي، هنأها النساء بهذا الزواج فقلن: على الخير والبركة وعلى خير طائر، ومثل هذا النكاح لم يطعن أحد به في ذلك العصر مع كثرة أعداء رسول الله صلى الله عليه وسلم من اليهود والمشركين، فقد كان معروفاً في الجاهلية، وجاء الإسلام وأقره، وهو أن الصغيرة تخطب وتتزوج بإذن وليها، وقد كانت عائشة ستزوج قبل رسول الله صلى الله عليه وسلم لابن المطعم بن عدي كما روى ذلك الطبري. ينظر: تاريخ الطبري (3/ 162).
….dan beberapa perempuan-perempuan Quraisy dianggap baligh pada masa itu ketika sudah berusia sembilan tahun, sebagaimana pendapat Imam Syafi’i. Pada waktu itu, banyak perempuan mengucapkan selamat kepada Sayyidah Aisyah atas pernikahannya dengan Nabi, mereka mengucapkan “Bagimu Kebaikan dan keberkahan, serta kebaikan dalam setiap aktifitasmu…dan pernikahan seperti ini (Nabi dengan Aisyah) tidak ada seorang pun yang mencela pada masa itu sedangkan musuh Nabi dari kalangan Yahudi dan Nasrani tidak sedikit, dan pernikahan seperti itu cukup dikenal di kalangan orang-orang Jahiliyah, kemudian Islam datang dan menetapkannya, yaitu seorang perempuan dilamar dan dinikahi dengan izin orang tuanya (wali). Dan Aisyah sebelum dikhitbah oleh Nabi, pernah pula dikhitbah oleh Ibn al-Muth’im bin ‘Adi (dalam Tarikh Thabari, 3/162).
Pernikahan Nabi dengan Sayyidah Aisyah yang berawal dengan pesan dalam mimpi Nabi, Malaikat yang datang dengan membawa gambar Sayyidah dalam sepotong kain sutera. Kemudian cerita Khaulah binti Hakim yang menanyakan kepada Nabi akan keinginan menikah lagi setelah wafatnya Sayyidah Khadijah al-Khubra. Dan Khaulah yang kemudian menjadi jembatan khitbah, dan pergi ke rumah Abu Bakar As-Shiddiq, kemudian bertemu dengan Ibundanya Ummu Rumman, dan setelah Khaulah menemui Abu Bakar. Kisah pernikahan Nabi dan Aisyah banyak sekali diceritakan, sila merujuk buku-buku di atas, terutama ‘Aisyah Ummul Mu’munin.