Mojokerto – Petani kopi di Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto, menikmati berkah dengan melonjaknya harga kopi robusta dan excelsa. Adi Sucipto, petani kopi dari Dusun Lebaksari, Desa Rejosari, mengungkapkan, tahun ini harga kopi mengalami kenaikan yang signifikan, memberikan keuntungan lebih bagi para petani.
“Harga kopi robusta tahun lalu per kilo hanya Rp 40 ribu, sekarang naik menjadi Rp 90 ribu setelah diolah. Sementara itu, kopi excelsa yang sebelumnya Rp 35 ribu, kini mencapai Rp 140 ribu per kilo dalam bentuk bubuk,” ungkapnya, Senin (12/8/2024).
Adi, yang telah berkecimpung dalam dunia kopi selama 10 tahun, menjelaskan bahwa ceri merah excelsa yang baru dipanen dihargai Rp 18 ribu per kilo sebelum proses roasting. Ia mengelola kebun kopi seluas 4 hektare, dengan masing-masing 2 hektare ditanami kopi robusta dan excelsa.
“Di sini kami menanam dua jenis kopi, robusta dan excelsa. Ketinggian daerah ini, sekitar 900 – 800 mdpl, sangat cocok untuk kedua tipe kopi tersebut. Tantangan terbesar adalah perawatan; robusta harus ditanam di bawah tegakan, sementara excelsa membutuhkan pemupukan yang tepat,” jelasnya.
Siklus panen kopi robusta berlangsung dari Mei hingga September, sedangkan excelsa dipanen dari Juni hingga September. Namun, cuaca sering menjadi kendala, mempengaruhi perkembangan buah kopi.
“Suhu yang panas dapat mempengaruhi perkembangan bunga kopi sebelum berbuah. Untuk mengatasi hal ini, petani harus rutin menyirami tanaman,” tambahnya.
Sebagai Ketua Kelompok Tani Hutan (KTH) Binawarga, Adi menjelaskan, teknik pemetikan menggunakan teknik petik merah untuk menghasilkan biji kopi berkualitas. Setelah dipanen, biji kopi direndam dalam air selama 8 jam menggunakan teknik apung, sebelum dijemur di greenhouse untuk menghindari kontaminasi aroma.
“Kami melakukan proses penggilingan sendiri dengan bantuan mesin penggiling atau roasting dari Cabang Dinas Kehutanan Wilayah Nganjuk untuk KTH Binawarga,” lanjutnya.
Pemasaran kopi Asmoro, produk kopi hasil olahannya, sebagian besar dilakukan secara online dan juga melalui kedai serta kafe yang sudah menjadi pelanggan tetap.
“Kami memanfaatkan jaringan internet di desa untuk pemasaran, mulai dari Surabaya hingga Tangerang. Dalam satu bulan, kami bisa menjual satu setengah kwintal bubuk kopi. Sejauh ini, kenaikan harga tidak mengurangi penjualan,” ujarnya.
Meskipun demikian, Adi mencatat, petani kopi di Desa Rejosari masih menghadapi beberapa kendala, terutama dalam hal pemasaran karena akses yang jauh ke pasar dan belum adanya bantuan pupuk subsidi.
“Kami berharap pemerintah bisa membantu memfasilitasi alat-alat produksi kopi dan memberikan pupuk subsidi, terutama di kawasan hutan masyarakat,” harapnya.
Adi juga menambahkan, produk Kopi Asmoro yang dijual memiliki variasi harga mulai dari Rp 20 ribu hingga Rp 120 ribu per kilogram, tergantung kemasan dan jenis kopi.
“Selain dari desa saya, saya juga mengambil kopi dari Desa Jembul, Tawangrejo, Ngembat, dan Sumberjati untuk menjaga stok,” pungkasnya. (Sorban)