LBH GP Ansor Dampingi Sahara
sorbansantri.com – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) GP Ansor Kota Malang menyatakan resmi mendampingi Sahara sejak pertengahan September 2025. Pendampingan itu dilakukan setelah Sahara melaporkan dugaan pencemaran nama baik dan pelecehan verbal yang disebut melibatkan Yai Mim.
Dalam pernyataannya, LBH GP Ansor menegaskan pendampingan dilakukan murni dari aspek hukum, tanpa intervensi sosial atau politik, serta bersifat pro bono (gratis). Mereka menyebut bahwa setiap warga, termasuk perempuan, berhak mendapat perlindungan hukum tanpa memandang latar belakang pihak lain.
“Kami berdiri pada asas keadilan hukum. Pendampingan ini bukan bentuk permusuhan, tapi bentuk perlindungan terhadap hak warga yang merasa terzalimi,” kata salah satu pengurus LBH GP Ansor dikutip dari Malang Times (7/10/2025).
Sorotan Publik Muncul
Namun, langkah ini justru memicu sorotan tajam dari publik dan kader muda Nahdlatul Ulama. Banyak yang menilai, GP Ansor semestinya tampil sebagai penengah dan penjaga kesejukan sosial, bukan langsung berpihak pada salah satu pihak dalam konflik yang sebenarnya bisa dimediasi secara kekeluargaan.
Kasus ini bermula dari sengketa lahan parkir di kawasan perumahan yang dulunya merupakan tanah wakaf akses jalan milik Yai Mim. Konflik berkembang menjadi perdebatan terbuka dan viral di media sosial, hingga memunculkan narasi saling tuding dan pelaporan ke pihak kepolisian.
“Seharusnya Ansor hadir untuk menenangkan, bukan menajamkan. Kalau ada masalah antarwarga, lebih baik jadi jembatan perdamaian, bukan corong hukum yang memperkeruh,” ujar salah satu tokoh muda NU di Mojokerto saat dimintai tanggapan oleh Sorban Santri.
Kritik Internal dan Seruan Refleksi
Kritik juga datang dari kalangan internal sendiri. Sejumlah kader Ansor di Jawa Timur menilai bahwa langkah LBH GP Ansor ini berpotensi menimbulkan salah tafsir publik tentang arah gerakan pemuda NU.
“Ansor itu organisasi besar dengan akar sosial yang kuat. Jangan sampai tindakan segelintir orang di LBH membuat marwah organisasi ikut tercoreng,” ungkap anggota GP Ansor Pacet yang dimintai tanggapan.
Ia menambahkan, seharusnya Ansor lebih fokus memperhatikan kadernya sendiri, termasuk membina moral, ekonomi, dan pendidikan hukum bagi anggota muda, daripada terseret pada konflik antarindividu yang sifatnya pribadi.
Peran Penyejuk Diharapkan
Banyak pihak berharap GP Ansor bisa mengambil langkah islah (perdamaian) dengan mengumpulkan kedua belah pihak untuk dialog terbuka. Pendekatan sosial, spiritual, dan kultural dianggap lebih sesuai dengan karakter Nahdliyyin ketimbang pendekatan hukum formal yang cenderung kaku.
“Lebih baik Ansor turun tangan sebagai penengah yang menyejukkan, bukan sekadar lembaga advokasi yang membawa perkara ke ranah hukum. Sebab masyarakat menunggu peran Ansor sebagai penjaga ketenangan umat,” ujar salah satu pengamat sosial dari Malang Raya.
Kesimpulan
Kasus Yai Mim dan Sahara telah membuka refleksi besar bagi organisasi kepemudaan di bawah NU. Keadilan hukum memang penting, namun kesejukan sosial jauh lebih bernilai di tengah masyarakat yang mudah tersulut oleh isu media.
GP Ansor diharapkan dapat kembali pada peran utamanya:
- Melindungi kader dan umat dari konflik horizontal,
- Menjadi penengah yang adil dan berempati, serta
- Menjaga nama baik Nahdliyyin dengan sikap yang sejuk, santun, dan mendidik.