InfokomBanserNU-Di sebuah pondok pesantren, terdapat seorang santri yang tengah menuntut ilmu pada seorang Kyai. Sudah bertahun-tahun lamanya si santri belajar. Hingga tibalah saat dimana dia akan diperbolehkan pulang untuk mengabdi kepada masyarakat.
Sebelum Santri pulang, Kyai memberikan sebuah ujian padanya. Pak Kyai berkata pada santrinya.
“Sebelum kamu pulang, dalam tiga hari ini, aku ingin meminta kamu mencarikan seorang ataupun makhluk yang lebih hina dan buruk dari kamu.” ujar sang Kyai.
“Tiga hari itu terlalu lama Kyai, hari ini saya bisa menemukan banyak orang atau makhluk yang lebih buruk daripada saya.” jawab Santri penuh percaya diri.
Sang Kyai tersenyum seraya mempersilakan muridnya membawa seseorang ataupun makhluk itu kehadapannya. Santri keluar dari ruangan Kyai dengan semangat, karena menganggap begitu mudah ujian itu.
Hari itu juga si Santri berjalan menyusuri jalanan. Ditengah jalan, dia menemukan seorang pemabuk berat. Menurut pemilik warung yang dijumpainya, orang tersebut selalu mabuk-mabukan setiap hari. Pikiran si Santri sedikit tenang. Dalam hatinya dia berkata.,
“Pasti dia orang yang lebih buruk dariku. Setiap hari dia habiskan hanya untuk mabuk-mabukan, sementara aku selalu rajin beribadah.”
Namun dalam perjalanan pulang si Santri kembali berpikir.
“Sepertinya si pemabuk itu belum tentu lebih buruk dariku. Sekarang dia mabuk-mabukan, tapi siapa yang tahu di akhir hayatnya Allah justru mendatangkan hidayah hingga dia bisa khusnul khotimah? Sedangkan aku yang sekarang rajin ibadah, kalau diakhir hayatku Allah justru menghendaki suúl khotimah, bagaimana? Berarti pemabuk itu belum tentu lebih jelek dariku,” ujarnya bimbang.
Santri itu pun kemudian kembali melanjutkan perjalanannya mencari orang atau makhluk yang lebih buruk darinya.
Di tengah perjalanan, dia menemukan seekor anjing yang menjijikkan. Karena selain bulunya kusut dan bau, anjing tersebut juga menderita kudisan.
“Akhirnya ketemu juga makhluk yang lebih jelek dari aku. Anjing ini tidak hanya haram, tapi juga kudisan dan menjijikkan” teriak Santri dengan girang.
Dengan menggunakan karung beras, si Santri kemudian membungkus anjing tersebut untuk dibawa ke Pesantren. Namun ditengah jalan, tiba-tiba dia kembali berpikir,
“Anjing ini memang buruk rupa dan kudisan. Namun benarkah dia lebih buruk dari aku? Oh tidak, kalau anjing ini meninggal, maka dia tidak akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang dilakukannya di dunia. Sedangkan aku harus mempertanggungjawabkan semua perbuatan selama di dunia dan bisa jadi aku akan masuk ke neraka.”
Akhirnya si santri menyadari bahwa dirinya belum tentu lebih baik dari anjing tersebut.
Hari semakin sore. Si Santri masih mencoba kembali mencari orang atau makluk yang lebih jelek darinya. Namun hingga malam tiba, dia tak jua menemukannya.. Lama sekali dia berpikir, hingga akhirnya dia memutuskan untuk pulang ke pesantren dan menemui sang Kyai.
“Bagaimana anakku, apakah kamu sudah menemukannya?” tanya sang Kyai.
“Sudah, Kyai,” jawabnya seraya tertunduk.
“Ternyata diantara orang atau makluk yang menurut saya sangat buruk, saya tetap paling buruk dari mereka,” ujarnya perlahan.
Mendengar jawaban sang murid, Kyai tersenyum lega,
“Alhamdulillah.. kamu dinyatakan lulus dari pondok pesantren ini, anakku,” ujar Kyai terharu.
Kemudian Kyai berkata,
“Selama kita hidup di dunia, jangan pernah bersikap sombong dan merasa lebih baik atau mulia dari orang ataupun makhluk lain. Kita tidak pernah tahu, bagaimana akhir hidup yang akan kita jalani. Bisa jadi sekarang kita baik dan mulia, tapi diakhir hayat justru menjadi makhluk yang seburuk-buruknya. Bisa jadi pula sekarang kita beriman, tapi di akhir hayat, setan berhasil memalingkan wajah kita hingga melupakanNya,”
Rasulullah SAW bersabda,
“Tidak akan masuk ke dalam surga orang yang dihatinya ada kesombongan meskipun sebesar biji sawi. (HR. Muslim nomor 91).
Semoga sedikit ilmu yang di titipkan Allah SWT di hati kita tidak menjadikan kita sombong dalam segala urusan. Kisah hikmah ini boleh dibagikan (di share) di Facebook masing-masing, agar teman-teman kita di Facebook juga bisa membacanya. Sehingga dengan begitu kisah hikmah ini bisa lebih bermanfaat untuk orang banyak.
Semoga di sisa umur yang Allah berikan, kita dapat mempergunakannya sebaik-baiknya untuk memperbanyak amal saleh dan bukan hanya disibukkan dengan urusan duniawi belaka. Dan semoga kita menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat. Aamiin ya Rabbal ‘alamin.
Sc : Media Nu