212
Oleh: Abdulloh Faizin
cyberaswaja.online- Menisbatkan 212 sebagai agama dengan bahasa lain Islam 212 adalah tak ubahnya membuat pepesan bothok kosong yang tak ada isi baik parutan kelapa atau ikannya. Menyatakan Islam 212 sama halnya membuat distorsi baru dalam aliran pemahamaman Islam. Karena tidak ada tuntutan dan tuntunan membangun distorsi ditubuh tubuh Islam itu. Sehingga nampak janggal ketika seorang musikus yang mohon maaf saya tidak tahu kredibilitas keilmuan Agamanya menggaungkan menggemborkan Islam 212 layaknya ada Islam baru berarti ia mencoba membuat aliran baru membangun perpecahan serta permusuhan baru dalam Islam itu sendiri.
Ada dua pernyataan yang ingin dihubungkan sebelum ia menyebutkan Islam 212 yakni Islam Nusantara dan itu perlu digaris-bawahi sebagai hal prinsip yang perlu diskripsikan. Begini kalau bernafsu ingin mengeneralisai 212 dengan Islam Nusantara itu berbeda jauh hakekat maqam dan fungsi serta eksistensinya bagaikan bumi dan langit. Islam Nusantara jelas secara definitif dan fungtif serta implementasinya. Islam Nusantara sejak awal gagasan narasinya jelas yakni bukan Agama baru bukan keyakinan baru tapi ciri khas Islami yang damai dan berada di Nusantara. Yang punya perbedaan karakteristik dengan Islam timur tengah yang cenderung tekstual dan keras.
Mari kita mencoba melihat dasar gagasan dan pemahaman para kiyai tentang narasi Islam Nusantara menurut para kiyai khususnya Romo Yai Said Aqil Siradj PBNU “Islam Nusantara sama sekali bukan madzhab baru, bukan firqoh baru bukan aliran baru, dia adalah khosois dan mumayyizat. Islam Nusantara Islam yang melebur dengan budaya nusantara yang sesuai dengan syara’.
ciri dari Islam Nusantara adalah Islam yang beradab, santun yang itu adalah Islam warisan ahlussunnah wal jamaah dari para Wali Songo. “Inilah nikmat yang diberikan kepada kita yang belum tentu diwariskan ke bagian negara Islam lain,” Islam Nusantara dilandasi empat semangat yang saling menyatu yakni, semangat religius, semangat kebangsaan, semangat kebinekaan dan semangat kemanusiaan.
Analisa diskripsi serta narasi Islam Nusantara di atas jelas tanpa dikurangi dan ditambah. Yang pasti Islam Nusantara bukan Agama baru bukan paham baru namun karakter Agama sesuai kearifan dan budaya Nusantara. Tapi tidak semua orang memahami apalagi tentang ga sebelah yang tak paham tentang Islam Nusantara sendiri didefinisikan sendiri diolok-olok sendiri. Fix sampai di sini lalu bagaimana dengan Islami 212. Sekali lagi 212 adalah gerakan yang lahir dari konspirasi sebagai alat atau media politik kelompok tertentu yang mempunyai nafsu dan kepentingan kekuasaan. Yang dibalut dengan semangat atas nama dan berkedok bela Islam bela Al-Qur’an dan bela Ulama.
Entah Islam yang mana ? Al-Qur’an yang mana ?Ulama yang mana ? Namun lepas dari itu ternyata tujuan utama seorang Gubernur yang diunggulkan. Jadi jelas 212 bukan Agama mereka ada harakah tapi berbalut Agama. Saya harap dalam kondisi semacam ini kita semua haruslah faham tentang subhat subhat gerakan yang mengarah politik yang berbalut Agama bahkan menjual ayat serta sakralitas Agama. Alhasil menyatakan Islam pada 212 adalah keberaniansembrono yang tak terukur yang harus diluruskan karena didalamnya ada cacat istilah dan kerusakan makna serta kejanggalan pemahamaman yang perlu dihindari bagi orang cerdas dan beragama.
Takutlah dengan makar mereka yang menggunakan Agama sebagai tameng ” Saya jadi ingat pesan Ibnu Rusyid, yang saya kutip (serambi mata)seorang cendikia & ilmuwan muslim yang lahir di Andalusia Spanyol tahun 1128 M, yang mengatakan begini :
“Jika ingin menguasai orang bodoh, bungkus yang batil dengan agama”
Semoga Allah menyelamatkan Negeri ini.. (RED)