sorbansantri.com – Logika 6 orang disebut syuhada itu hanya bisa masuk kedalam pikiran orang yang selama 6 tahun (2014-2020) menganggap ada presiden keturunan PKI, dzalim, anti Islam, anti ulama, mengkriminalisasi ulama.
Logika yang mereka bangun (sebenarnya tidak pakai nalar sih) melawan Firaunnya Indonesia (Jokowi) itu adalah jihad. Karena dalam benak mereka Jokowi lebih lalim dari Firaun (tulisan Felix kan begitu).
Dan orang-orang yang wafat ini jadi modal sosial untuk meningkatkan soliditas kelompok mereka. Mereka berhasil mengumpulkan sumbangan miliaran rupiah untuk 6 keluarga yang wafat.
Masjid-masjid basis mereka juga memasang baliho, dengan narasi 6 syuhada. Wahabi Jawa yang melakukan wahabisasi melalui budaya Jawa (seperti di masjid Jogja itu) dengan peristiwa tol km 50 itu tidak bisa menyembunyikan lagi identitasnya.
Kalau masjid secara kolektif menyebut 6 orang yang membantu kabur dari panggilan polisi disebut jihad, maka secara jelas dan terang mereka radikal dan secara diam-diam mendukung bentuk terorisme ekstrim. Coba cek pengurus masjidnya pernah gak mengecam aksi terorisme di tanah air? Saya pastikan tidak pernah.
Melalui kontestasi perebutan jamaah dengan cara wahabisasi ala budaya Jawa (wayang, Walisongo, sejarah Indonesia) dan dakwah Habib muda dikalangan warga NU lalu setelah masanya banyak berteriak lantang mendukung perjuangan HR, yang jadi korban warga NU.
Kultur Nahdliyin secara halus dihabisi Wahabi baik Wahabi konvensional ataupun Wahabi Jawa dan dihabisi perlahan oleh Habib-Habib muda, yang terakhir ini karena kesamaan akidah, madzhab fikih lebih mudah diterima, dan tanpa sadar tiba-tiba warga NU ini jadi pendukung model Islam seperti HR; anti pemerintah dengan modal slogan ” NKRI Bersyariah”, padahal agenda sebenarnya penguasaan politik negara.
Wahabisasi ala Jawa itu misalnya ngotot ada keterlibatan janisari Turki Usmani dalam perang Jawa yang dikobarkan Pangeran diPonegoro.
Dari dulu saya lebih muak pada Wahabi seperti ini daripada Wahabi konvensional, sebab Wahabi seperti ini banyak mendulang simpati warga NU. Dan perlahan warga ini masuk kedalam kolam mereka tanpa mereka sadari.
Mereka itu parasit-parasit yang memperuncing perseteruan FP* versus NU. Dengan ngompori, dan memainkan media sedemikian rupa. Dan mereka juga yang menganggap mati dalam pembangkangan terhadap negara adalah mati syahid. Kan bahaya. (ahmad sauri)