fbpx

TGB : PERLU GUS BAHA’ – GUS BAHA’ BARU DI NEGERI INI

  • Bagikan
SORBANSANTRI.COM

Oleh : Zainurrofieq

Laziznu Tuban – Sempat sedikit agak terpana saya, ketika TGB (Tuan Bajang) Muhammad Zainul Majdi yang sejak satu tahun terakhir ini sangat getol menarasikan wasatiyyah terutama dalam arah politik keummatan Indonesia, dalam diskusi tim kecil di alumni Al azhar, TGB menyataka :”Perlu Gus Baha – Gus Baha baru yang muncul kepermukaan yang sebenarnya banyak di , yang pemikirannya cemerlang, kita harus dorong mereka untuk terjun aktif ditengah ummat. Nilai-nilai pesantren perlu direvitalisasi termasuk konsep tawadhu. Saking tawadhunya santri, akhirnya panggung dakwah diserahkan kepada yang tidak faham atau setengah faham, dan akhirnya jadilah sebuah dagelan. Kita lihat conto baik dari kehadiran viralnya Gus Baha, setelah tampil ke public, banyak ummat yang tercerahkan’.

Sejak postingan TGB itu, saya akui hampir semua dakwahnya Gus Baha saya buka dan ikuti narasinya, subhanalllah, Saya pun merasakan ada mutiara indah yang tersampaikan dalam viralnya tausiah-tausiah gus Baha ini.

Gus Baha, sebutan bagi KH. Bahauddin bin Kiai Nursalim, sedang menjadi idola santri-santri dan milenial muslim, Gus Baha jadi oase di tengah maraknya ustadz-ustadz yang mencari popularitas. Di tengah meruahnya pendakwah yang mengumbar kebencian dan mengadu domba umat. Cara dakwah Gus Baha riang gembira, selow dan santai. Bikin nyaman.

Baca Juga  Tarawih 10 Rakaat di Makkah

Ketertarikan terhadap Gus Baha’ didasarkan kepada metodologi yang digunakan dalam menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an yang tidak melepaskan diri dari paradigma fikih yang dikuasainya. Banyak yang menganggap bahwa cara penyajian Gus Baha’ tersebut terbilang langka. Karena selama ini, mereka hanya menerima penjelasan ayat-ayat al-Qur’an yang bersifat letterlik dan bahkan terkadang disisipi oleh lathaif siyasah (motif-motif politik yang tersembunyi).

————————————
📌 #GusBaha‘ tentang Ketidakjelasan Politik
🎥 https://youtu.be/G5vW0ICnMMc
————————————-

Gus Baha’, melalui topik-topik yang diangkatnya, sepertinya telah membaca apa yang sebenarnya dibutuhkan publik di luar pesantren. Beliau seperti tidak ingin memaksakan cara pandangnya di dalam memahami kepada audiens yang mendengarkan. Itu bisa dicermati dari bagaimana beliau mencoba menyederhanakan deskripsi fikih yang rumit ke dalam bahasa yang mudah, melalui perumpamaan yang mudah dimengerti siapa saja.

Mengomentari kemunculan Gus Baha ini, teringat Kiai Ahmad Baso, di dalam karyanya, ” Pasca Kolonial” selalu menegaskan bahwa liberalisme pemikiran bukanlah senyawa orisinil pesantren. Pesantren mempunyai khasanah dan manhaj-nya sendiri untuk berbicara tentang peradaban.

Baca Juga  Sekolah Kok Mbayar? Mencerdaskan Kehidupan Bangsa: Tanggung Jawab Negara atau Individu?

Bisa kita nikmati betapa metode pesantren di nusantara telah menyuguhkan produk pemikir dan pemikiran yang universal dan kekinian tanpa harus memasukan metode barat yang liberal tapi focus pada literasi klasik yang digali dengan pisau analisa tanggungjawab dakwah yang solutip keumatan.

Lebih dalam mengomentari fenomena dakwah keumatan Gus Baha ini, TGB menegaskan bahwa termasuk dalam arah wasatiyyah adalah keseimbangan antara fikrah dan harakah. Ide dan gerak, dan amal.

Bergerak tanpa kefahaman akan melahirkan teriakan tanpa manfaat, bising tanpa maslahat. Karenanya panggung dakwah itu harus diisi oleh orang-orang berkefahaman yang dalam dan utuh, dengan semangat yang kuat.

Kalau sekedar bersemangat, panggung dakwah bisa berubah menjadi mimbar kebencian. Semoga Allah menjadikan kita termasuk yang selalu beramal dalam ilmu dan berilmu dalam amal.

Yaa ritt….. Syukron Tuan Guru !!!
(Tasikmalaya, 71219)

Source : tengah dot co

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan