SORBAN SANTRI- Kalau kamu punya teman atau saudara yang ikut ormas terlarang HTI, hampir dapat dipastikan kalau mereka bersikap sangat ngeyel di berbagai kesempatan dan isu. Contoh, grup alumni atau keluarga, yang fungsinya untuk silaturrahim, akan diisi oleh konten-konten atau doktrin HTI.
Orang-orang HTI ini tak akan peduli ditegur atau diingatkan. Mereka mungkin akan diam saat ada yang mengingatkan, tapi minggu depan dia akan kembali membagikan konten HTI lagi. Setelah diingatkan, kembali dia akan diam tak merespon. Tapi minggu depannya lagi, begitu lagi. Begitu seterusnya.
Sebelum mendirikan Seword, saya pernah bertemu dengan banyak kelompok orang. Termasuk HTI dan PKS. Keduanya sedikit berbeda, tapi punya banyak kesamaan dalam hal cara berdakwah dan cara mereka menilai orang-orang di luar lingkarannya.
Kalau kalian heran dan bertanya-tanya kenapa mereka ini ngeyelan, tak tau malu, tak paham sopan santun dan tak mau mengerti kondisi sekitarnya? Jawabnya karena mereka meyakini bahwa yang mereka lakukan adalah dakwah. Dan mereka juga sangat-sangat meyakini bahwa dakwah yang mereka lakukan adalah pasti benar. Tidak ada kebenaran yang lain di dunia ini selain kebenaran yang diyakini oleh HTI.
Jadi saat kita tegur, baik karena tak mau berdebat ataupun tak sependapat dengan konten atau isi yang disampaikan, orang-orang HTI ini tidak akan pernah malu atau sungkan. Justru dalam benak mereka, merasa kasihan kepada kita atau siapapun yang menolak konten dakwah mereka. Menganggap kita ini tersesat dan harus diluruskan. Oleh karena itulah, semakin ditegur, akan semakin giat dan gencar mereka menyebarkan doktrin khilafahnya.
Orang-orang HTI ini tidak peduli dengan pertemanan, persaudaraan atau hubungan kekeluargaan. Karena mereka meyakini bahwa di surga kelak hanya ada mereka dan sesama pejuang khilafah. Lainnya akan masuk neraka.
Maka jangan heran kalau cara mereka sering terlihat tidak sopan, bahkan terhadap guru dan orang tuanya. Karena di mata mereka, selama guru dan orang tua ini tidak mau menerima keyakinan khilafah, maka jelas sepintar apapun, seberjasa apapun, dan setua apapun, mereka tetaplah penghuni neraka.
Pertanyaannya, lalu bagaimana cara mengingatkan pengikut HTI khilafah ini?
Sebenarnya pemerintah sudah melakukan langkah kongkrit dengan membubarkan HTI. Tujuannya agar tidak ada lagi perekrutan anggota baru dan aktifitas-aktifitas doktrin khilafah.
Tapi, karena seperti yang saya gambarkan tadi, bahwa orang HTI ini ngeyelan dan merasa benar sendiri, lantas mereka mencari celah hukum dengan mengklaim bahwa HTI bukan ormas terlarang. Hanya dibubarkan secara administratif, bukan ormas terlarang. Bahkan ada kuasa hukum HTI yang mau mensomasi semua orang yang berani menyebut HTI ormas terlarang. Karena jelas tidak pernah ada keputusan hukum yang berbunyi seperti itu.
Pernyataan kuasa hukum HTI ini memunculkan semangat baru bagi anggota HTI. Mereka seolah masih boleh beraktifitas, karana bukan ormas terlarang. Hanya terkendala soal administrasi yang nantinya bisa diperbaiki dan legal lagi. Setidaknya itu yang mereka yakini sampai hari ini.
Bagi pemerintah, nyaris tidak mungkin untuk mengeluarkan keputusan hukum bahwa HTI ormas terlarang selayaknya PKI. Karena dampaknya pasti kerusuhan. Keputusan semacam itu akan menciptakan kasus-kasus penangkapan dan main hakim sendiri. Apalagi kalau ada campur tangan operasi militer yang bergerak senyap menyamar tanpa seragam. Sudah kebayang bagaimana provokasi yang akan dilancarkan oleh HTI dan pihak asing yang selama ini menunggu Indonesia rusuh. Kerusuhan hasil Pilpres saja sampai membuat internet kita mati, saking tak mampunya menteri komunikasikita mengendalikan penyebaran hoax dan provokasi.
Tapi kejadian di Pasuruan beberapa waktu lalu, Banser mendatangi pengikut HTI yang menghina Habib Luthfi, mestinya sedikit membuka mata kita. Bahwa mungkin memang beginilah caranya agar pengikut HTI itu bungkam. Mereka tidak mempan ditegur, mereka harus dihukum.
Kasus penghinaan tersebut harus diusut tuntas sesuai hukum yang ada. Harus sampai masuk penjara. Untuk memberi pelajaran kepada pengikut HTI yang lain, agar tidak sembarangan memprovokasi. Selain itu juga untuk menghentikan sumber penyebaran provokasinya.
Begitu juga dengan Ismail Yusanto, yang sampai hari ini masih terus gencara membuat seminar dan membawa-bawa nama HTI. Padahal HTI sendiri sudah dibubarkan.
Ismail Yusanto sudah dilaporkan ke kepolisian dan besae harapan kita agar segera diproses dan dipenjara. Setidaknya dalam beberapa tahun ke depan, telinga dan mata kita tak tercemar oleh provokasi dan penyebaran doktrin dari Ismail Yusanto ini.
Penangkapan terhadap pentolan-pentolan HTI tidak bisa serampangan seperti menangkap pengikut PKI. Kita harus menemukan kasus hukum yang melatar belakanginya. Sehingga penangkapan bisa berlangsung tanpa penolakan atau protes dari siapapun.
Saya pikir ke depan kita harus pro aktif terhadap pengiku HTI. Mereka tak butuh masukan, tak mempan dengan teguran. Maka kalau mereka melanggar hukum, harus kita proses dan penjarakan. Harapannya, setelah dipenjara mereka sadar bahwa ini di Indonesia, yang berlaku adalah Demokrasi dan Pancasila.
Sementara untuk ustad-ustad HTI, akses pendapatannya harus dihentikan. Jangan sampai ada perusahaan BUMN yang mengundang Felix misalnya. Ya ngapain ngasih makan sama pengasong khilafah? Tapi yang ini memang agak ruwet karena di BUMN kita sendiri sudah cukup banyak pengikut khilafah bercokol di posisi strategis. Yang selama ini terus menerus memberi makan kepada organisasi terlarang HTI.
Namun intinya harus sama-sama jalan. Penangkapan terus dilakukan, dan pemutusan akses ekonomi juga terus diupayakan.
Ini semua adalah ikhtiar kita bersama. Perlu langkah dan dukungan banyak pihak. Sehingga misal nantinya ada kasus serupa seperti Banser Pasuruan, kita jangan sampai terpengaruh dan terprovokasi dengan narasi pembela HTI. Yang menganggap Banser tidak sopan terhadap orang tua dan seterusnya. Karena setua apapun orangnya, kalau sudah menghina ulama dan pengikut HTI pula, tak ada alasan bagi kita untuk beramah tamah. Begitulah kira-kira. (SUMBER SEWORD.COM)