SORBAN SANTRI– Manusia diutus di dunia ialah sebagai khalifah (pemimpin) minimal memimpin dirinya sendiri. Sekali lagi, KHOLIFAH (pemimpin) bukan KHILAFAH ya gaes..
Dalam mengemban tugas sebagai pemimpin diri sendiri, Begitu juga dengan kepemimpinan-nya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dari tingkat desa hingga keatas yg dipimpin oleh seorang presiden.
Sosok pemimpin itu juga seorang manusia biasa yg tidak maksum dan tidak lepas dari kesalahan dan kekhilafan dalam menjalankan roda kepemimpinan. Ada sebagian kalangan langsung mencaci dan menghina pemimpin kala ia melakukan kesalahan ataupun kekeliruan.
Jika pemimpin atau pemerintah melakukan kesalahan, tentunya ada prosedur tersendiri dalam memperingatkan atau mengkritiknya baik dengan perspektif hukum agama maupun hukum negara.
Bisa dibilang, mereka yg kerap mencaci atau menghina pemimpin merupakan ciri khas manhaj kaum khawarij. Mungkin awalnya hanya sekedar mengkritik dan membeberkan aib pemimpin di atas mimbar, seminar, dan media-media lainnya, akan tetapi ujung-ujungnya membengkak hingga akhirnya berusaha memberontak pemimpin.
Manhaj khawarij seperti ini menyelisihi petunjuk Rasulullah , karena mengingkari penguasa dan merupakan sumber segala fitnah atau kerusakan sepanjang sejarah peradaban islam.
“Saya pernah bersama Abu Bakrah di bawah mimbar Ibnu Amir yg sedang berkhutbah sambil mengenakan pakaian tipis.
Abu Bilal berkata: Lihatlah pemimipin kita, dia mengenakan pakaian orang-orang fasiq.
Abu Bakrah menegurnya seraya berkata: Diamlah, saya mendengar Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yg menghina pemimpin di muka bumi, niscaya Allah akan menghinakannya” (Lihat Shahih Sunan Tirmidzi: 1812 )
Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan:
“Qa’adiyyah adalah orang-orang yg memperindah pemberontakan kepada pemerintah sekalipun mereka tidak memberontak secara langsung”.
Kemudian dalam sebuah ayat Allah berfirman:
وَكَذلِكَ نُوَلِّيْ بَعْضَ الظَّالِمِيْنَ بَعْضًا بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ. (الأنعام : 129).
“Demikianlah kami jadikan sebagian orang-orang yg dzolim itu menjadi pemimpin bagi sebagian yg lain disebabkan apa yg mereka usahakan”.
Dalam menafsirkan ayat di atas, al-Imam Fakhruddin al-Razi berkata:
“Ayat di atas menunjukkan bahwa apabila rakyat melakukan kedzoliman, maka Allah akan mengangkat seorang yang dzolim seperti mereka sebagai penguasa.
Sehingga jika mereka ingin melepaskan diri dari pemimpin yg dzolim tersebut, hendaknya mereka meninggalkan perbuatan dzolim.
Diriwayatkan dari Malik bin Dinar: “Dalam sebagian kitab-kitab Allah , bahwasanya Allah berfirman:
“Akulah Allah, Penguasa raja-raja di dunia.
Hati dan ubun-ubun mereka berada dalam kekuasaan-Ku. Barangsiapa yg taat kepada-Ku, aku jadikan raja-raja itu sebagai rahmat baginya.
Dan barangsiapa yg durhaka kepada-Ku, aku jadikan raja-raja itu sebagai azab atas mereka.
Janganlah kalian menyibukkan diri dengan memaki-maki para penguasa karena kezaliman mereka.
Akan tetapi, bertaubatlah kalian kepada-Ku, maka akan Aku jadikan mereka mengasihi kalian.”
(Al-Imam Fakhruddin al-Razi, al-Tafsir al-Kabir wa Mafatih al-Ghaib, juz 13, hal. 159. Ibnu Abil-‘Izz al-Hanafi dalam Syarh al-‘Aqidah al-Thahawiyyah).
Sebetulnya dari keterangan ayat di atas dapat ditarik benang merah sebagai berikut;
Kita wajib meyakini bahwa pemimpin yg dipilih semata-mata adalah takdir Allah .
Pemimpin yg dzolim ialah cerminan masyarakatnya yg juga dzolim.
Anjuran bertobat bagi masyarakat atau rakyat dari kedzoliman mereka.
Baca Juga: Apakah Isbal Dilarang?
Begini Penjelasan Ahli Hadits.
Karena meskipun seorang pemimpin itu dzolim, kita dilarang menghujat atau menghina pemimpin tersebut.
Sebagaimana Sabda Rasulullah ﷺ sebagai berikut:
مَنْ أَهَانَ السُّلْطَانَ أَهَانَهُ اللهُ. رواه الترمذي وقال: حديث حسن
“Barangsiapa yg menghina seorang penguasa, maka Allah akan menghinakannya.” (HR at-Tirmidzi [2224], dan berkata: “Hadits hasan”).
Hadits di atas memberikan pesan:
Larangan menghina seorang pemimpin dan dianjurkan menasehati dengan baik serta bersabar atasnya.
Maksud pemimpin dalam hadits tersebut, ialah setiap orang yg memiliki kekuasaan dan tanggungjawab terhadap kaum Muslimin seperti khalifah, presiden, amir, gubernur, bupati dan seterusnya.
Allah akan menghinakan orang yg menghina pemimpin di dunia, karena telah berusaha menghina seseorang yg diberi kemuliaan oleh Allah.
Di akhirat kelak Allah akan menghinakan orang yg menghina seorang pemimpin, hal itu karena telah durhaka kepada Allah.
(Al-Imam Ibnu ‘Illan al-Shiddiqi, Dalil al-Falihin li-Thuruq Riyadh al-Shalihin, 3/124).
Abu Usman az-Zahid mengatakan:
“Nasihatilah para pemimpin, perbanyakkanlah doa untuk mereka agar mereka melakukan kebaikan dan kebenaran dalam beramal dan menjalankan hukum.
Sesungguhnya jika mereka baik, maka akan baiklah rakyat.
Hati-hatilah kamu!
Jangan sampai kamu mendoakan keburukan atau melaknat mereka, kerana yg demikian hanya akan menambah kerusakan keadaan orang-orang Islam.
Tetapi mintakanlah ampunan kepada Allah untuk penguasa (pemerintah dan pemimpin), semoga mereka meninggalkan perbuatan yg tidak baik, kemudian dihilangkanlah musibah dari kaum Muslimin”.
(Al-Jamii Li Syu’abil Iman. 13/99. Al-Baihaqi. Cetakan Dar as-Salafiyah).
Wajib dipahami bahwa sebenarnya Islam mengajarkan untuk bersikap santun dan taat terhadap pemimpin.
Karena seorang pemimpin itu merupakan representasi dari rakyat atau masyarakatnya sendiri.
Apabila masyarakatnya baik maka sangat mungkin pemimpinnya juga baik dan begitu juga sebaliknya.
Maka dari itu, islam melarang untuk menghujat dan menghina pemimpin meskipun ia pemimpin yg dzolim sekalipun, karena hal tersebut termasuk mengindikasikan bahwa dirinya sendiri juga termasuk orang yg dzolim.
Wallahua’lam Bisshawab. (Y.A.S.)
● NB : Presiden & Wakilnya adalah wajah suatu bangsa, siapapun yg melempar noda tercorenglah seluruh negeri.
Yg merebutnya secara paksa adalah pengkhianat bangsa, bagi warga negara yg berintregitas tinggi adalah melawan bibit makar.
Jangan pernah lelah kita membelanya…