SORBAN SANTRI- Mereka menyalahkan Amaliah ziarah kubur yang duduk lama sambil baca Qur’an sebagai cara yang menyalahi sunah Nabi shalallahu alaihi wasallam. Andaikata mereka membaca tuntas kitab Ar-Ruh karya Ibnu Al-Qayyim tanpa terpengaruh dengan catatan kaki ulama Salafi tentu mereka akan menerima perbedaan pendapat.
Mari kita turunkan tensi ego kita dengan berkaca kepada Imam Ahli hadis yang digelari penghafal 1.000.000 hadis, yaitu Imam Ahmad bin Hambal:
ﻭﺭﻭﻱ ﻋﻨﻪ ﺃﻧﻪ ﻗﺎﻝ: اﻟﻘﺮاءﺓ ﻋﻨﺪ اﻟﻘﺒﺮ ﺑﺪﻋﺔ، ﻭﺭﻭﻱ ﺫﻟﻚ ﻋﻦ ﻫﺸﻴﻢ، ﻗﺎﻝ ﺃﺑﻮ ﺑﻜﺮ: ﻧﻘﻞ ﺫﻟﻚ ﻋﻦ ﺃﺣﻤﺪ ﺟﻤﺎﻋﺔ، ﺛﻢ ﺭﺟﻊ ﺭﺟﻮﻋﺎ ﺃﺑﺎﻥ ﺑﻪ ﻋﻦ ﻧﻔﺴﻪ
Diriwayatkan dari Ahmad bin Hambal bahwa beliau berkata: “Membaca Qur’an di kubur adalah bidah”. Juga diriwayatkan dari Husyaim. Abu Bakar berkata bahwa riwayat itu disampaikan oleh banyak ulama. Kemudian Ahmad bin Hambal meralat dan menjelaskan pendapatnya sendiri
ﻓﺮﻭﻯ ﺟﻤﺎﻋﺔ ﺃﻥ ﺃﺣﻤﺪ ﻧﻬﻰ ﺿﺮﻳﺮا ﺃﻥ ﻳﻘﺮﺃ ﻋﻨﺪ اﻟﻘﺒﺮ، ﻭﻗﺎﻝ ﻟﻪ: ﺇﻥ اﻟﻘﺮاءﺓ ﻋﻨﺪ اﻟﻘﺒﺮ ﺑﺪﻋﺔ. ﻓﻘﺎﻝ ﻟﻪ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻗﺪاﻣﺔ اﻟﺠﻮﻫﺮﻱ: ﻳﺎ ﺃﺑﺎ ﻋﺒﺪ اﻟﻠﻪ: ﻣﺎ ﺗﻘﻮﻝ ﻓﻲ ﻣﺒﺸﺮ اﻟﺤﻠﺒﻲ؟ ﻗﺎﻝ: ﺛﻘﺔ.
Sekolompok ulama meriwayatkan bahwa Ahmad bin Hambal melarang orang buta membaca Qur’an di makam dan mengatakan bidah. Lalu Muhammad bin Qudamah Al-Jauhari bertanya: “Wahai Abu Abdillah (Ahmad bin Hambal) apa komentarmu tentang Mubashir Al-Halabi? Ahmad menjawab: “Dia perawi terpercaya”
ﻗﺎﻝ: ﻓﺄﺧﺒﺮﻧﻲ ﻣﺒﺸﺮ، ﻋﻦ ﺃﺑﻴﻪ، ﺃﻧﻪ ﺃﻭﺻﻰ ﺇﺫا ﺩﻓﻦ ﻳﻘﺮﺃ ﻋﻨﺪﻩ ﺑﻔﺎﺗﺤﺔ اﻟﺒﻘﺮﺓ ﻭﺧﺎﺗﻤﺘﻬﺎ، ﻭﻗﺎﻝ: ﺳﻤﻌﺖ اﺑﻦ ﻋﻤﺮ ﻳﻮﺻﻲ ﺑﺬﻟﻚ. ﻗﺎﻝ ﺃﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﺣﻨﺒﻞ: ﻓﺎﺭﺟﻊ ﻓﻘﻞ ﻟﻠﺮﺟﻞ ﻳﻘﺮﺃ
Muhammad bin Qudamah berkata bahwa Mubashir mengabarkan kepadaku dari ayahnya bahwa ia berwasiat agar di dekatnya dibacakan awal dan akhir Al-Baqarah. Ia berkata bahwa ia mendengar Ibnu Umar berwasiat seperti itu. Ahmad bin Hambal berkata: “Susul orang itu dan katakan kepadanya baca Qur’an di kubur” (Al-Mughni, li Ibni Qudamah, 2/422)
Lihatlah kelapangan Imam Ahmad dalam menerima kebenaran, yang awalnya beliau mengatakan bidah kemudian justru memerintahkan membaca Qur’an di makam.
Kalau mereka masih membandel karena dalilnya hanya waktu pemakaman saja, maka jawab dengan pendapat Imam mereka yaitu Syekh Ibnu Taimiyah:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ وَصَّى أَنْ يُقْرَأَ عِنْدَ دَفْنِهِ بِفَوَاتِحِ الْبَقَرَةِ وَخَوَاتِمِهَا وَالرُّخْصَةُ إمَّا مُطْلَقًا وَإِمَّا حَالَ الدَّفْنِ خَاصَّةً (جامع المسائل لابن تيمية 3 / 132)
Ibnu Umar bahwa beliau berwasiat setelah dimakamkan untuk dibacakan pembukaan surat al-Baqarah dan penutupnya. Dispensasi ini bisa jadi secara mutlak (boleh baca al-Quran di kuburan kapan saja), dan bisa jadi khusus ketika pemakaman saja” (Ibnu Taimiyah, Jami’ al-Masail III/132)
Kalau dalil di atas masih menjadikan mereka bersikeras tetap menolak karena hanya wasiat Shahabat saja bukan hadis, maka bacakan kepada mereka hadis berikut ini:
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنُ الْعَلاَءِ بْنِ اللَّجْلاَجِ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ قَالَ لِي أَبِي يَا بَنِيَّ إِذَا أَنَا مُتُّ فَأَلْحِدْنِي فَإِذَا وَضَعْتَنِي فِي لَحْدِي فَقُلْ بِسْمِ اللهِ وَعَلَى مِلَّةِ رَسُوْلِ اللهِ ثُمَّ سِنَّ عَلَيَّ الثَّرَى سِنًّا ثُمَّ اقْرَأْ عِنْدَ رَأْسِي بِفَاتِحَةِ الْبَقَرَةِ وَخَاتِمَتِهَا فَإِنِّيْ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ ذَلِكَ (رواه الطبراني في الكبير رقم 15833)
“Dari Abdurrahman bin ‘Ala’ dari bapaknya, bahwa: Bapakku berkata kepadaku: Jika aku mati, maka buatkan liang lahat untukku. Setelah engkau masukkan aku ke liang lahat, bacalah: Dengan nama Allah dan atas agama Rasulullah. Kemudian ratakanlah tanah kubur perlahan, lalu bacalah di dekat kepalaku permulaan dan penutup surat al-Baqarah. Sebab aku mendengar Rasulullah bersabda demikian” (HR al-Thabrani dalam al-Kabir No 15833)
Hadis ini dinilai oleh Al-Hafidz Al-Haitsami bahwa para perawinya adalah terpercaya.
Jika masih menolak, maka saya bukanlah pemberi kesadaran apalagi hidayah kepada mereka. Allahu Al-Musta’aan.
Ma’ruf Khozin (Direktur Aswaja NU Center PWNU Jatim)