InfokomBanserNU- Haul Gus Dur tahun ini agak beda. Haul terasa lebih hangat karena bersamaan dengan peluncuran buku “Menjerat Gus Dur”. Di buku itu misalnya dikisahkan soal agenda pelengseran Presiden Gus Dur. Tak main-main, buku itu menyebut sejumlah nama yang terlibat dalam skenario pelengseran itu.
Buku itu berguna terutama bagi generasi belakangan yang tidak hidup di era Presiden Gus Dur. Tapi bagi generasi senior yang membaca koran, tabloid serta majalah yang menarasikan pernyataan para tokoh politik kontra Gus Dur saat itu, buku ini lebih bersifat komplementer. Sebab, pelengseran Gus Dur itu bukan agenda tersembunyi. Betapa sejumlah tokoh bicara di TV dengan terus terang menyatakan keinginannya menjatuhkan Gus Dur.
Sejumlah pimpinan organisasi kemahasiswaan bukan hanya turun ke jalan memprotes Gus Dur. Mereka juga wira-wiri masuk TV untuk menegaskan kegeramannya pada Gus Dur. Jika aktivis angkatan 98 bangga berhasil menurunkan Soeharto, maka beberapa aktivis mahasiswa angkatan 2000 menepuk dada dengan bangga karena sukses menurunkan Gus Dur. Padahal, jelas beda antara Gus Dur dan Pak Harto.
Apapun itu, sejarah politik kekuasaan Indonesia perlu terus ditulis agar generasi mendatang bisa mengambil pelajaran. Bahwa bukan hanya pemimpin zalim yang bisa jatuhkan, pemimpin bersih seperti Gus Dur pun bisa dilengserkan. Saya jadi ingat pepatah Arab, “al haqqu bila nizham yaghlibuhu al bathil bi nizham”.
Selasa, 31 Desember 2019
Salam,
Cc Abdul Moqsith Ghazali
(post.muhammad khoirunnadzirin)