Dibawah ini akan dijelaskan kebolehan berdoa di makam ulama sebagai bentuk memulyakan ulama dan juga bertabarruk sebagaimana kebiasaan ulama salaf .
MENGAPA BERDOA DIMAKAM ULAMA ?
قُلْتُ: وَالدُّعَاءُ مُسْتَجَابٌ عِنْدَ قُبُوْرِ اْلاَنْبِيَاءِ وَاْلاَوْلِيَاءِ وَفِي سَائِرِ الْبِقَاعِ، لَكِنْ سَبَبُ اْلاِجَابَةِ حُضُوْرُ الدَّاعِي وَخُشُوْعُهُ وَابْتِهَالُهُ، وَبِلاَ رَيْبٍ فِي اْلبُقْعَةِ الْمُبَارَكَةِ وَفِي الْمَسْجِدِ وَفِي السَّحَرِ وَنَحْوِ ذَلِكَ يَتَحَصَّلُ ذَلِكَ لِلدَّاعِي كَثِيْرًا وَكُلُّ مُضْطَرٍّ فَدُعَاؤُهُ مُجَابٌ (سير أعلام النبلاء للذهبي – ج 17 / ص 77)
“Saya (adz-Dzahabi) berkata: Doa akan dikabulkan di dekat makam para Nabi dan wali, juga di beberapa tempat. Namun penyebab terkabulnya doa adalah konsentrasi orang yang berdoa dan kekhusyukannya. Dan tidak diragukan lagi di tempat-tempat yang diberkati, di masjid, saat sahur dan sebagainya. Doa akan lebih banyak didapat oleh pelakunya. Dan setiap orang yang sangat membutuhkan doanya akan terkabul” (al-Hafidz adz-Dzahabi dalam Siyar A’lam an-Nubala’ 17/77)
MAKAM IMAM MALIK
قلت: ودفن (الامام مالك) بالبقيع اتفاقا، وقبره مشهور يزار، رحمه الله (سير أعلام النبلاء – ج 8 / ص 132)
“Saya berkata: Ulama sepakat bahwa Imam Malik dimakamkan di Baqi’ (Masjid Nabawi, Madinah). Kuburnya popular dan diziarahi” (Siyar A’lam an-Nubala’ 8/132)
MAKAM IMAM MUSLIM
توفي مسلم في شهر رجب سنة إحدى وستين ومئتين بنيسابور، عن بضع وخمسين سنة، وقبره يزار(سير أعلام النبلاء – ج 12 / ص 580)
“Muslim meninggal pada bulan Rajab 261 di Naisabur dalam usia 50 tahun lebih. Makamnya diziarahi” (Siyar A’lam an-Nubala’ 12/580)
MAKAM IMAM IBNU MUBARAK
وَقَبْرُهُ (عَبْدُ اللهِ بْنِ الْمُبَارَكِ) بِهَيْتٍ مَعْرُوْفٌ يُزَارُ زُرْتُهُ وَتَبَرِّكْتُ بِهِ
(غاية النهاية في طبقات القراء – ج 1 / ص 198)
“Makam Abdullah bin Mubarak di Hait sudah dikenal dan diziarahi. Saya menziarahinya dan mencari berkahnya” (Ghayat an-Nihayah fi Thabaqat al-Qurra’ 1/198)
MAKAM SAYYIDINA HUSAIN
جعفر الخلدي يقول: كان بي جرب عظيم فتمسحت بتراب قبر الحسين، فغفوت فانتبهت وليس عليّ منه شيء (المنتظم – ج 2 / ص 201)
“Ja’far al-Khuldi berkata: Saya punya penyakit kulit yang para, kemudian saya usapkan dengan debu makam Husain, saya tidur lalu terbangun, dan sudah tidak ada lagi sedikitpun dari penyakit itu” (al-Muntadzam 2/201)
Melihat keterangan diatas maka diperbolehkan dan tidak ada larangan ziarah sekaligus berdoa di makam para ulama sebagai sarana untuk bertabarruk ( ngalap berkah ), sebagaimana yang sudah sering dilakukan oleh warga Nahdhiyyin. (Gus Khotib)