SORBAN Infokom – Mengenai ayat mutasyabih yang sebenarnya para Imam dan Muhadditsin selalu berusaha menghindari untuk membahasnya, namun justru sekarang sangat digandrungi dan makin banyak muncul masa kini. Jika salah memahami maka akan terjatuh dalam jurang kemusyrikan, seperti membahas bahwa Allah ada di langit, mempunyai tangan, wajah dll, yang hanya membuat kerancuan dalam kesucian Tauhid Illahi pada benak muslimin, akan tetapi karena semaraknya masalah ini diangkat ke permukaan, maka perlu kita perjelas mengenai ayat ayat dan hadits tersebut.
Dimanakah Allah?
Sebagaimana makna Istiwa, ada yang mengatakan bahwa Allah itu bersemayam di Arsy, dengan menafsirkan kalimat ISTIWA dengan makna BERSEMAYAM atau ADA DI SUATU TEMPAT. Darimana menemukan makna kalimat Istiwa adalah semayam?, padahal tak mungkin kita katakan bahwa Allah itu bersemayam disuatu tempat, karena bertentangan dengan ayat ayat dan nash hadits lain.
Bila kita mengatakan Allah ada di Arsy, maka dimana Allah sebelum Arsy itu ada? Dan berarti Allah membutuhkan ruang, berarti berwujud seperti makhluk.
Berkata Hujjatul Islam Almuhaddits Al Imam Malik rahimahullah ketika datang seseorang yang bertanya makna ayat : Arrahmaanu alal Arsyistawa, Imam Malik menjawab :
Majhul, Maqul, Imaan bihi wajib, wa sual anhu bidah (tidak diketahui maknanya, dan tidak boleh mengatakannya mustahil, percaya akannya wajib, bertanya tentang ini
adalah Bidah Munkarah), dan kulihat engkau ini orang jahat, keluarkan dia..!. Demikian ucapan Imam Malik pada penanya ini, hingga ia mengatakannya : kulihat engkau ini orang
jahat, lalu mengusirnya.
Masalah ayat atau hadist tasybih (tangan atau wajah) dalam ilmu tauhid terdapat dua pendapat dalam menafsirkannya.
1. Pendapat Tafwidh Maa tanzih
2. Pendapat Tawil
II.1.1. Madzhab Tafwidh Maa Tanzih
Madzhab Tafwidh Maa Tanzih yaitu mengambil dhahir lafadz dan menyerahkan maknanya kepada Allah Ta’ala, dengan Itiqad Tanzih (mensucikan Allah dari segala penyerupaan)
Ditanyakan kepada Imam Ahmad bin Hanbal masalah hadist sifat, ia berkata Numinu biha wa nushoddiq biha bilaa kaif wala makna, (Kita percaya dengan hal itu, dan membenarkannya tanpa menanyakannya bagaimana, dan tanpa makna) Madzhab inilah yang juga dipegang oleh Imam Abu Hanifah.
Dan kini muncullah faham mujjassimah yaitu dhohirnya memegang madzhab tafwidh tapi menyerupakan Allah dengan mahluk, bukan seperti para Imam yang memegang madzhab tafwidh.
II.1.2. Madzhab Takwil
Madzhab Takwil yaitu menakwilkan ayat atau hadist tasybih sesuai dengan ke-Esaan dan Keagungan Allah Ta’ala, dan madzhab ini arjah (lebih baik untuk diikuti) karena terdapat
penjelasan dan menghilangkan awhaam (khayalan dan syak wasangka) pada muslimin umumnya, sebagaimana Imam Syafii, Imam Bukhari, Imam Nawawi dll. (Syarah Jauharat Attauhid oleh Imam Baajuri)
Pendapat ini juga terdapat dalam Alquran dan sunnah, juga banyak dipakai oleh para sahabat, tabiin dan imam – imam ahlussunnah waljamaah.
Diriwayatkan dalam hadtist Qudsiy bahwa Allah Ta’ala berfirman : Wahai Keturunan Adam, Aku sakit dan kau tak menjenguk-Ku, maka berkatalah keturunan Adam : Wahai Allah, bagaimana aku menjenguk-Mu sedangkan Engkau Rabbul Alamin?, maka Allah menjawab : Bukankah kau tahu hamba-Ku fulan sakit dan kau tak mau menjenguknya?, tahukah engkau bila kau menjenguknya maka akan kau temui Aku disisinya? (Shahih Muslim hadits No.2569)
Apakah kita bisa mensifatkan sakit kepada Allah tapi tidak seperti sakitnya kita?
Berkata Imam Nawawi berkenaan hadits qudsiy diatas dalam kitabnya yaitu Syarah Nawawiy alaa Shahih Muslim bahwa yang dimaksud sakit pada Allah adalah hamba-Nya, dan kemuliaan serta kedekatan-Nya pada hamba-Nya itu. Wa mana ajadtaniy indahu yaniy wajadta tsawaabii wa karoomatii indahu dan makna ucapan : akan kau temui aku disisinya adalah akan kau temui pahalaku dan kedermawanan-Ku dengan menjenguknya
(Syarh Nawawi ala Shahih Muslim Juz 16 hal 125)
Dan banyak pula para sahabat, tabiin, dan para Imam ahlussunnah waljamaah yang berpegang pada pendapat Tawil, seperti Imam Ibn Abbas, Imam Malik, Imam Bukhari, Imam Tirmidziy, Imam Abul Hasan Al Asyariy, Imam Ibnul Jauziy dll (lihat Dafussyubhat Attasybiih oleh
Imam Ibn Jauziy).
Maka jelas bahwa akal tak akan mampu memecahkan rahasia keberadaan Allah Ta’ala, sebagaimana firman-Nya : Maha Suci Tuhan-Mu Tuhan Yang Maha Memiliki Kemegahan dari apa apa yang mereka sifatkan, maka salam sejahtera lah bagi para Rasul, dan segala puji atas Tuhan sekalian alam . (QS. Asshaffat : 180-182).
Walillahittaufiq. (Sumber – Kenali Aqidahmu karangan habib munzir )