fbpx

Allah Ada Dimana? Mengenai Ayat Tasybih

  • Bagikan
SORBANSANTRI.COM

SORBAN Infokom – Mengenai ayat mutasyabih yang sebenarnya para Imam dan Muhadditsin selalu berusaha menghindari untuk membahasnya, namun justru sekarang sangat digandrungi dan makin banyak muncul masa kini. Jika salah memahami maka akan terjatuh dalam jurang kemusyrikan, seperti membahas bahwa Allah ada di langit, mempunyai tangan, wajah dll, yang hanya membuat kerancuan dalam kesucian Tauhid Illahi pada benak muslimin, akan tetapi karena semaraknya masalah ini diangkat ke permukaan, maka perlu kita perjelas mengenai ayat – ayat dan hadits tersebut.

Dimanakah Allah?
Sebagaimana makna Istiwa, ada yang mengatakan bahwa Allah itu bersemayam di Arsy, dengan menafsirkan kalimat ”ISTIWA” dengan makna ”BERSEMAYAM atau ADA DI SUATU TEMPAT”. Darimana menemukan makna kalimat Istiwa adalah semayam?, padahal tak mungkin kita katakan bahwa Allah itu bersemayam disuatu tempat, karena bertentangan dengan ayat – ayat dan nash hadits lain.
Bila kita mengatakan Allah ada di Arsy, maka dimana Allah sebelum Arsy itu ada? Dan berarti Allah membutuhkan ruang, berarti berwujud seperti makhluk.

Berkata Hujjatul Islam Almuhaddits Al Imam Malik rahimahullah ketika datang seseorang yang bertanya makna ayat : ”Arrahmaanu ’alal Arsyistawa”, Imam Malik menjawab :
”Majhul, Ma’qul, Imaan bihi wajib, wa su’al ’anhu bid’ah (tidak diketahui maknanya, dan tidak boleh mengatakannya mustahil, percaya akannya wajib, bertanya tentang ini
adalah Bid’ah Munkarah)
, dan kulihat engkau ini orang jahat, keluarkan dia..!”. Demikian ucapan Imam Malik pada penanya ini, hingga ia mengatakannya : ”kulihat engkau ini orang
jahat”, lalu mengusirnya.

Baca Juga  7 (TUJUH ) BAIT BERCINTA DALAM NADZOM ALFIYAH IBNU MALIK

Masalah ayat atau hadist tasybih (tangan atau wajah) dalam ilmu tauhid terdapat dua dalam menafsirkannya.
1. Pendapat Tafwidh Ma’a tanzih
2. Pendapat Ta’wil

II.1.1. Tafwidh Ma’a Tanzih
Madzhab Tafwidh Ma’a Tanzih yaitu mengambil dhahir dan menyerahkan maknanya kepada Allah Ta’ala, dengan I’tiqad Tanzih (mensucikan Allah dari segala penyerupaan)
Ditanyakan kepada Imam Ahmad bin Hanbal masalah hadist sifat, ia berkata ”Nu’minu biha wa nushoddiq biha bilaa kaif wala makna”, (Kita percaya dengan hal itu, dan membenarkannya tanpa menanyakannya bagaimana, dan tanpa makna) Madzhab inilah yang juga dipegang oleh Imam Abu Hanifah.
Dan kini muncullah faham mujjassimah yaitu dhohirnya memegang madzhab tafwidh tapi menyerupakan Allah dengan mahluk, bukan seperti para Imam yang memegang madzhab tafwidh.

II.1.2. Madzhab Takwil
Madzhab Takwil yaitu menakwilkan ayat atau hadist tasybih sesuai dengan ke-Esaan dan Keagungan Allah Ta’ala, dan madzhab ini arjah (lebih baik untuk diikuti) karena terdapat
penjelasan dan menghilangkan awhaam (khayalan dan syak wasangka) pada muslimin umumnya, sebagaimana Imam Syafii, Imam , Imam Nawawi dll. (Syarah Jauharat Attauhid oleh Imam Baajuri)
Pendapat ini juga terdapat dalam Alqur’an dan sunnah, juga banyak dipakai oleh para , tabiin dan imam – imam waljamaah.
Diriwayatkan dalam hadtist Qudsiy bahwa Allah Ta’ala berfirman : ”Wahai Keturunan Adam, Aku sakit dan kau tak menjenguk-Ku, maka berkatalah keturunan Adam : Wahai Allah, bagaimana aku menjenguk-Mu sedangkan Engkau Rabbul ’Alamin?, maka Allah menjawab : Bukankah kau tahu hamba-Ku fulan sakit dan kau tak mau menjenguknya?, tahukah engkau bila kau menjenguknya maka akan kau temui Aku disisinya?” ( hadits No.2569)

Baca Juga  SINGA ASWAJA DAN SINGA ANSOR

Apakah kita bisa mensifatkan sakit kepada Allah tapi tidak seperti sakitnya kita?
Berkata Imam Nawawi berkenaan hadits qudsiy diatas dalam kitabnya yaitu Syarah Nawawiy alaa Shahih Muslim bahwa yang dimaksud sakit pada Allah adalah hamba-Nya, dan kemuliaan serta kedekatan-Nya pada hamba-Nya itu. ”Wa ma’na ajadtaniy indahu ya’niy wajadta tsawaabii wa karoomatii indahu” dan makna ucapan : akan kau temui aku disisinya adalah akan kau temui pahalaku dan kedermawanan-Ku dengan menjenguknya
(Syarh Nawawi ala Shahih Muslim Juz 16 hal 125)
Dan banyak pula para sahabat, tabiin, dan para Imam ahlussunnah waljamaah yang berpegang pada pendapat Ta’wil, seperti Imam Ibn Abbas, Imam Malik, Imam Bukhari, Imam Tirmidziy, Imam Abul Hasan Al Asy’ariy, Imam Ibnul Jauziy dll (lihat Daf’ussyubhat Attasybiih oleh
Imam Ibn Jauziy).

Maka jelas bahwa akal tak akan mampu memecahkan rahasia keberadaan Allah Ta’ala, sebagaimana firman-Nya : ”Maha Tuhan-Mu Tuhan Yang Maha Memiliki Kemegahan dari apa – apa yang mereka sifatkan, maka salam sejahtera lah bagi para Rasul, dan segala puji atas Tuhan sekalian alam” . (QS. Asshaffat : 180-182).
Walillahittaufiq. ( karangan habib munzir )

  • Bagikan

Pesan Bijak