Kenangan terbaik saya di dunia itu, ketika pernah didatangi kiai tua yang (mungkin) sudah mau meninggal, ketika waktu MUI mengharamkan rokok, dia bertanya (hukum merokok) kepada saya,” tutur Gus Baha .
Tradisi kiai-kiai desa memang unik.
Masyarakat atau kiai kampung ketika mendapatkan sebuah fatwa dari pusat organisasi Islam, meski berafiliasi dgn organisasi itu, mereka tak akan mengikutinya langsung.
Mereka lebih mengikuti guru mengaji mereka ketimbang fatwa dari pusat .
Misalnya, santri Mbah Maemun Zubair tentu akan lebih memilih fatwa Mbah Moen daripada fatwa MUI pusat.
Begitu juga santri Habib Luthfi akan mengikuti fatwa beliau .
“Gus, MUI itu kan mengharamkan rokok, sekali Jenengan mengatakan itu haram, saya tidak akan merokok Gus, tapi saya mau bercerita terlebih dahulu, saya itu kiai, sudah tua, ndeso lagi,” ujar kiai itu .
“Iya Mbah, sudah terlihat kok,” timpal Gus Baha diikuti tawa jemaah .
“Hiburan saya itu ya ketika setelah salat Isya itu ngobrol dan merokok dgn teman-teman mondok dulu di pojok musala Gus, kemudian mencocokkan nasib ketika pas mondok dahulu.
Karena di pagi hari takut istri, pekerjaan saya ya yg sebisa yg dilakukan di siang hari.
Hiburan saya ya hanya seperti tadi itu Gus,” ujar kiai tadi .
“Kalau itu diharamkan Gus, saya tidak bakalan punya hiburan, harta dunia tidak punya (banyak), satu-satunya (hiburan) ya hanya itu Gus.
Saya itu kiai (kampung) Gus, mau menonton dangdut ya tidak pantas” kata Gus Baha menirukan kyai kampung .
“Sudah Mbah, untuk Jenengan halal,” jawab Gus Baha .
Gus Baha menjelaskan bahwa tipe orang itu jangan sampai diberi fatwa haram merokok, karena hukum merokok sendiri memang masih menjadi ikhtilaf atau perbedaan diantara para ulama.
Untuk kondisi kiai tadi, Gus Baha memperbolehkannya merokok daripada ia mencari hiburan nonton dangdut yg unsur mudaratnya lebih besar .
Apa yg diceritakan Gus Baha tentu menjadi pelajaran bagi para ulama atau ustad.
Bahwa dalam memberikan fatwa, seseorang tak boleh asal mengeluarkan fatwa di depan publik atau jemaah tanpa mengetahui kondisi si penanya karena suatu fatwa tak bisa menjadi solusi mutlak masalah orang lain. (AI Sorban)