sorbansantri.com – Ibnu Abd Wahab sendiri lahir tahun 1703 M di Najd sebelah timur Madinah sekarang utara Riyadh.
حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة حدثنا وكيع عن عكرمة بن عمار عن سالم عن ابن عمر قال خرج رسول الله صلى الله عليه و سلم من بيت عائشة فقال رأس الكفر من ههنا من حيث يطلع قرن الشيطان يعني المشرق
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah yg berkata telah menceritakan kepada kami Waki’ dari Ikrimah bin ‘Ammar dari Salim dari Ibnu Umar yg berkata “Rasulullah keluar dari pintu rumah Aisyah dan berkata “sumber kekafiran datang dari sini dari arah munculnya tanduk setan yaitu timur.
(HR. Muslim).
Dalam perjalanan sejarahnya kakak kandung ibnu Abdul Wahab yakni: “Sulaiman bin Abd Wahab mengkritik dan menolak secara panjang lebar tentang pemikiran adik kandungnya tersebut dalam kitab “as sawaiq al ilahiyah fi ar rad al wahabiyah (petir tuhan untuk wahabiyah). Adakah kakak kandung yang “kurang kenal tobi’at adik kandungnya”?
Ekstremisitas pemikiran Wahabi dipicu oleh pemahaman yg mengacu bunyi harfiah teks al Qur’an maupun Hadits, menjadikan mereka kaum tekstualis, sehingga Wahabiyah sangat anti urf (tradisi), menolak tahlil, maulid Nabi Saw, barzanji, manaqib, dan sebagainya.
Pemahaman tekstualis ala Wahabi pada akhirnya mengeklusi dan memandang orang² di luar Wahabi sebagai orang kafir dan keluar dari Islam.
Mereka lupa bahwa keselamatan yg sejati tidak ditunjukkan dengan klaim² Wahabi tersebut, melainkan dengan cara beragama yg ikhlas, tulus dan tunduk sepenuhnya pada Allah Swt.
Kekuasaan dakwah keagamaan Wahabi ditopang oleh kekuasaan Ibnu Saud (raja Saudi pertama) yg saat itu menjadi penguasa Najd. Ibnu Saud sendiri adalah seorang politikus yg cerdas yg hanya memanfaatkan dukungan Wahabi, demi untuk meraih kepentingan politiknya belaka.
Ibnu Saud misalnya meminta kompensasi jaminan Ibnu Abdul Wahab agar tidak mengganggu kebiasaannya mengumpulkan upeti tahunan dari penduduk Dir’iyyah.
Koalisipun dibangun secara permanen untuk meneguhkan keduanya. Jika sebelum bergabung dengan kekuasaan, Ibnu Abdul Wahab telah melakukan kekerasan dengan membid’ahkan dan mengkafirkan orang di luar mereka, maka ketika kekuasaan Ibnu Saud menopangnya, Ibnu Abdul Wahab sontak melakukan kekerasan untuk menghabisi orang-orang yang tidak sepaham dengan mereka.
Pada tahun 1746 M, koalisi Ibnu Abdul Wahab dan Ibnu Saud memproklamirkan jihad melawan siapapun yg berbeda pemahaman tauhid dengan mereka.
Mereka tak segan-segan menyerang yg tidak sepaham dengan tuduhan syirik, murtad dan kafir.
Setiap muslim yg tidak sepaham dengan mereka dianggap murtad, yg oleh karenanya, boleh dan bahkan wajib diperangi.
Sementara, predikat muslim menurut Wahabi, hanya merujuk secara eklusif pada pengikut Wahabi, sebagaimana dijelaskan dalam *kitab Unwan al Majd fi Tarikh an-Najd*.
Tahun 1802 M Wahabi menyerang Karbala dan membunuh mayoritas penduduknya yg mereka temui baik di pasar maupun di rumah, termasuk anak² & wanita.
Tak lama kemudian, yaitu tahun 1805 M Wahabi merebut kota Madinah. Satu tahun berikutnya, Wahabi pun menguasai kota Mekah.
Di dua kota ini, Wahabi mendudukinya selama 6 tahun. Para ulama dipaksa sumpah setia dalam todongan senjata.
Pembantaian demi pembantaian pun dimulai. Wahabi pun melakukan penghancuran besar-besaran terhadap bangunan bersejarah dan pekuburan, pembakaran buku-buku selain al Qur’an dan Hadits, pembacaan puisi Barzanji.
Tercatat dalam sejarah, Wahabi selalu menggunakan jalan kekerasan baik secara doktrinal, kultural maupun sosial.
Misalnya, dalam penaklukan jazirah Arab hingga tahun 1920-an, lebih dari 400 ribu umat Islam telah dibunuh dan dieksekusi secara publik, termasuk anak² & wanita.
Ketika berkuasa di Hijaz, Wahabi menyembelih Syaikh Abdullah Zawawi, guru para ulama Madzhab Syafii, meskipun umur beliau sudah 90 tahun. Di sini, setidaknya kita melihat dua hal tipologi Wahabi yg senantiasa memaksakan kehendak pemikirannya.
Pertama, ketika belum memiliki kekuatan fisik dan militer, Wahabi melakukan kekerasan secara doktrinal dan psikologis dengan menyerang siapapun yg berbeda dengan mereka sebagai murtad, musyrik dan kafir.
Kedua, setelah mereka memiliki kekuatan fisik dan militer, tuduha² tersebut dilanjutkan dengan kekerasan fisik dan bahkan pembunuhan.
Ironisnya, Wahabi ini menyebut apa yg dilakukannya sebagai dakwah dan amar maruf nahi mungkar yg menjadi intisari ajaran Islam???
Membanjirnya buku² Wahabi di Toko Buku akhir-akhir ini, adalah merupakan teror dan jalan kekerasan yg ditempuh kaum Wahabi secara doktrinal, intelektual dan sekaligus psikologis terhadap umat Islam di Indonesia. Wahabi Indonesia yg merasa masih lemah saat ini menilai bahwa cara efektif yg bisa dilakukan adalah dengan membid’ahkan, memurtadkan, memusyrikkan dan mengkafirkan orang yg berada di luar mereka.
Jumlah mereka yg minoritas hanya memungkinkan mereka untuk melakukan jalan tersebut di tengah² kran “demokrasi” yg dibuka lebar-lebar untuk mereka.
Saya yakin jika suatu saat nanti kaum Wahabi di negeri ini memiliki kekuasaan yg berlebih dan kekuatan militer di negeri ini, mereka akan mengulang lagi sejarah , menggunakan cara-cara kekerasan dengan pembantaian dan pembunuhan terhadap sesama muslim yg tidak satu paham dengan mereka.
Tercatat dalam sahih Buhari, Muslim, Rasulullah berdoa :
“Ya Allah, berikan kami berkat dalam negara Syam dan Yaman,” Para sahabat berkata: “Dan dari Najd, wahai Rasulullah”, baginda berdoa lagi: “Ya Allah, berikan kami keberkatan dalam negara Syam dan Yaman”, dan pada yg ketiga kalinya baginda bersabda: “Di sana (Najd-Riyadh sekarang) akan ada kegoncangan fitnah, serta di sana akan muncul tanduk syaitan.”. Dalam riwayat lain dinyatakan, dua tanduk syaitan.
(Tarikh an Najd).
Padahal Wahbiyah yg dinisbatkan kepada pendirinya yaitu Abdullah bin Wahbi ar-Raasibi (38 H), jika ditulis dengan bahasa Arab huruf Ha’nya tanpa alif dan disukun (اْلوَهْبِيَّةُ) sedangkan Wahhabiyyah jika ditulis dengan bahasa Arab, huruf Ha’nya disambung dengan alif sedangkan yg ditasydid huruf Ha’nya (الوَهَّابِيَّةُ), memiliki perbedaan yg sangat jauh baik sisi penulisan, bacaan, atau pun pada nisbah dan ajarannya.
Dalam kitab Tarikh Ibnu Khaldun disebutkan :
“ Dan konon Yazid (khalifah penganti Muawiyyah) telah berhasil menghinakan kaum Khawarij dan menstabilkan kondisi Negara, maka negaranya menjadi tenang penuh hari-hari tentram dan suka di dalam ketenangan Abdul Wahhab bin Rustum yg termasuk kalangan Wahbiyyah “
Dan dalam buku seorang sejarawan asal Prancis yang juga dijadikan hujjah oleh kaum Wahhabi dalam memanipulasi istilah Wahbiyyah ini yaitu Al-FIrak Fii Syimal Afriqiya, yg ditulis oleh Al Faradbil (1945 M) menyebutkan sebagai berikut :
“ Dan sungguh mereka dsebut Wahbiyyin (الوهبيين) karena dinisbahkan kepada Abdullah bin Wahbi Ar-Rasibi, sebagai pimpinan Khawarij ”
Dari sini jelas bahwa Wahbiyyah atau Wahbiyyin nisbat kepada Abdullah bin Wahb ar Rasibi yg juga ajarannya diikuti oleh Abdul Wahhab bin Abdurrahman bin Rustum, maka Wahbiyyah bukan dinisbatkan kepada Abdul Wahhab bin Abdurrahman bin Rustum ini melainkan nisbat kepada Abdullah bin Wahb ar-Rasibi dan kelompoknya disebut Wahbiyyah bukan Wahhabiyyah…
والله اعلم (abi sorban)