Sorbansantri.com- Dunia maya kembali bergetar. Sosok yang mengaku sebagai Bjorka asli muncul dan mengklaim telah membocorkan data pribadi milik ratusan ribu personel Polri. Aksi itu menjadi tanggapan atas penangkapan seorang pemuda bernama WFT, yang sebelumnya dituduh sebagai pelaku di balik akun “Bjorka”.
Dalam unggahan yang viral di media sosial, Bjorka menyindir keras publik dan aparat yang disebutnya “terlalu cepat menuduh, tanpa memahami dunia digital secara utuh”. Ia juga menyatakan bahwa data anggota Polri memang telah bocor secara terbuka di forum siber internasional.
“Publik sok-sokan tahu. Tangkap saja Fufufafa,” tulis akun yang menamakan diri Bjorka Asli, menyinggung sindiran warganet terhadap aparat yang dianggap gegabah.
(Sumber: suara.com, 6/10/2025)
🔍 Kronologi Singkat
- Penangkapan WFT oleh Polda Metro Jaya pada awal Oktober menuai sorotan luas. Pemuda asal Minahasa itu disebut sebagai pemilik akun @bjorkanesiaa, yang mengunggah data 341 ribu personel Polri.
- Beberapa hari kemudian, “Bjorka Asli” muncul, menegaskan bahwa WFT bukan dirinya, dan mengunggah kembali sebagian data untuk membuktikan eksistensinya.
- Data yang dibocorkan mencakup nama, pangkat, unit tugas, dan kontak pribadi aparat kepolisian — memicu kekhawatiran serius soal keamanan nasional.
🕌 Suara dari Kalangan Santri
Dari berbagai pondok pesantren, para kiai dan santri menyoroti kasus ini bukan hanya sebagai masalah siber, tetapi juga krisis moral dan amanah digital.
“Menjaga data sama seperti menjaga aurat; ia tak pantas dibuka sembarangan, dan bila dibocorkan, bisa menelanjangi kehormatan seseorang,”
ujar KH. M. Syarifuddin, pengasuh salah satu pesantren di Mojokerto, saat dimintai tanggapan oleh SorbanSantri.com.
Para kiai juga menekankan pentingnya pendidikan etika digital bagi generasi muda — terutama santri dan pelajar — agar memahami batas antara ilmu yang berguna dan ilmu yang melukai.
📜 Pelajaran Moral di Era Siber
Kasus Bjorka menjadi cermin bahwa kemajuan teknologi tidak akan membawa manfaat jika tidak dibarengi dengan nilai-nilai:
- Kejujuran dalam menegakkan hukum digital.
Salah tangkap bisa menghancurkan nama baik seseorang dan meruntuhkan kepercayaan publik. - Etika dan tanggung jawab di ruang maya.
Hacking tanpa izin adalah pelanggaran moral dan hukum. - Pendidikan literasi digital di pesantren.
Santri harus melek keamanan data, bukan hanya kitab kuning.
🌙 Penutup
Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa dunia digital membutuhkan lebih dari sekadar firewall dan algoritma. Ia membutuhkan akhlak, kehati-hatian, dan amanah.
Karena di balik setiap data yang bocor, ada manusia, keluarga, dan kehormatan yang ikut tergores.
Redaksi SorbanSantri.com
“Menulis dengan Nurani, Menyuarakan Kebenaran dengan Adab.”
















