SORBAN SANTRI – Diskusi siang ini sedikit membuat saya nervous, sebab ini pertama kali saya satu forum dengan para Doktor, Mahasiswa S3 dan praktisi Ekonomi Syari’ah.
Di sambutan pembuka, Dr. Imron Mawardi selaku Ketua Masyarakat Ekonomi Syari’ah menyampaikan bahwa tujuan menghadirkan saya agar ada tambahan referensi ke sumber dalil dari ulama klasik. Dari sini saya mulai merubah posisi duduk saya (pegel linu kambuh).
40 menit saya menyampaikan materi, mulai wabah penyakit di masa Nabi, bentuk harta yang dikeluarkan dalam Islam, tetap mengeluarkan infaq dalam keamanan lapang atau sempit, terlebih praktik jaminan sosial yang dilakukan oleh Nabi baik selaku otoritas pembawa wahyu maupun pemimpin umat Islam dan sebagainya.
Dilanjutkan dengan dialog, tanya jawab yang lebih dalam soal materi, ada yang beranjak ke soal Qurban, hingga bicara soal sistem negara.
Penanya paling akhir menyuarakan kenapa tidak memakai sistem khilafah? Bukankah khilafah adalah solusi bagi masalah jaminan sosial? Hajat hidup manusia akan ditanggung oleh negara secara gratis dan sebagainya.
Karena pertanyaan di injury time maka hanya saya yang menjawab. Saya sampaikan dengan memori sebuah buku disertasi Al-Ghazali VS Ibnu Taimiyah soal membenahi negara. Di buku tersebut dijelaskan bahwa cara Ibnu Taimiyah adalah revolusi. Artinya jika ada negara yang tidak sejalan dengan tujuan maka langsung ganti sistem.
Sementara Imam Ghazali memilih pendekatan akomodatif, membenahi apa yang belum baik untuk menjadi baik. Saya kira pemikiran inilah yang diwarisi oleh para kyai yang terlibat dalam perjuangan di negeri ini. Negara terus berjalan dan apa yang kurang, atau bahkan Maqashid Syari’ah yang belum tercapai, dibenahi bersama agar sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Sistem yang ada saat ini memang belum jadi yang terbaik, tetapi setidaknya sudah menjadi perekat keutuhan dalam menjalankan kehidupan beragama dan bernegara. Sementara sistem khilafah yang digadang-gadang jadi solusi, diterapkan di negara mana yang sudah berhasil saat ini? Jawabannya tidak ada satupun, bahkan ditolak banyak negara yang berpenghuni umat Islam.(post kh. Ma’ruf khozin)