Beda ASWAJA NU – wahabi tanggapi Maulid Nabi

  • Bagikan
SORBANSANTRI.COM

Di bawah adalah dialog imajiner terkait dalil yang diambil dari Kitab Iqtidhous Shirotal Mustaqim halaman 621, ditulis .

WAHABI: “Mengapa Anda mengerjakan Maulid. Padahal itu bid’ah.”

ASWAJA: “Maulid itu perbuatan baik, dan setiap kebaikan diperintah oleh agama untuk dikerjakan.”

WAHABI: “Mana dalilnya?.”

ASWAJA: “Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an:

وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Kerjakanlah semua kebaikan, agar kamu beruntung.” (QS. al-Hajj : 77). Maulid itu termasuk kebaikan, karena isinya , mempelajari sirah Nabi SAW dan membaca shalawat. Berarti masuk dalam keumuman dalam ayat tersebut.”

WAHABI: “Itu kan dalil umum. Tolong carikan dalil khusus dalam al-Qur’an yang menganjurkan Maulid.”

ASWAJA: “Sebelum saya menjawab pertanyaan Anda, tolong jelaskan dalil anda yang melarang Maulid?”

WAHABI: “Dalil kami sangat jelas. Maulid itu termasuk bid’ah. Setiap bid’ah pasti . Rasulullah SAW bersabda: “Kullu Bid’atin Dholalah.” Setiap bid’ah adalah sesat.”

ASWAJA: “Ah, kalau begitu dalil anda sama dengan dalil kami, sama-sama dalil umum. Yang saya minta adalah, jelaskan ayat atau yang secara khusus melarang maulid.”

Sampai sini, ternyata si Wahabi mati kutu, dan tidak bisa menjawab. Akhirnya si Aswaja berkata: “Anda percaya kepada Syaikh Ibnu Taimiyah?”

WAHABI: “Ya tentu. Beliau itu Syaikhul Islam, ulama besar, dan inspirator dakwah Syaikh bin Abdul Wahhab an-Najdi, panutan kami kaum Wahabi.”

ASWAJA: “Syaikh Ibnu Taimiyah, membenarkan dan menganjurkan Maulid, dalam kitabnya Iqtidha’ al-Shirath al-Mustaqim, hal. 621.” Lalu si Aswaja menunjukkan teks asli kitab tersebut. Akhirnya si Wahabi terkejut dan terperangah. Mukanya seketika menjadi pucat. Kitab tersebut, dia bolak balik, ternyata penerbitnya juga orang Wahabi di Saudi Arabia. Akhirnya ia berkata:

WAHABI: “Syaikh Ibnu Taimiyah itu manusia biasa. Bisa salah dan bisa benar. Masalahnya Maulid ini tidak memiliki dasar agama yang dapat dipertanggung jawabkan.”

ASWAJA: “Menurutmu, dasar agama itu apa saja?”

WAHABI: “Al-Qur’an dan Sunnah saja. Selain itu tidak ada lagi.”

ASWAJA: “Sekarang saya bertanya kepada Anda. Bagaimana hukum seorang anak memukul orang tuanya?”

WAHABI: “Jelas haram dan .”

ASWAJA: “Tolong jelaskan dalil Al-Qur’an atau hadits yang melarang memukul orang tua.”

WAHABI: “Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an;

فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا
“Maka janganlah kamu berkata uff kepada kedua orang tua dan jangan pula membentaknya.”
Dalam ayat tersebut, Allah melarang seorang anak berkata uff, atau berdesis terhadap orang tua, karena jelas akan menyakiti mereka. Apabila berkata uff saja dilarang karena menyakiti, apalagi memukul. Tentu lebih berat dalam hal menyakiti, dan keharamannya lebih berat pula dari pada sekedar berkata uff.”

ASWAJA: “Owh, ternyata di sini Anda menggunakan dalil . Tadi Anda berkata, dalil itu hanya al-Qur’an dan Sunnah. Sekarang justru Anda menggunakan dalil Qiyas. Berarti Anda mengakui Qiyas termasuk dalil, selain al-Qur’an dan Sunnah.”

  • Bagikan