banner 728x250

EMPIRISME SOSIAL KURIPANSARI: KAJIAN “STUDENT NAHDLIYYIN”

  • Bagikan
banner 468x60

 

banner 336x280

SORBANSANTRI.COM- Kearifan lokal dan kebeneran kontekstual dalam tataran kehidupan manusia mulai merambah dewasa, tak ada yang menolak keabsahan momentum itu sekalipun antar individu banyak yang bersinggungan rasa, contoh saja pada ranting yang selama ini dipandang kebaikannya dimata konsumen ghibah, disitu banyak mengandung unsur anion dan kation molekul arif dan naïf, hal ini dibuktikan pada saat ranting baru terbentuk dua tahun lalu, tepatnya 18 Maret 2018 banyak yang men-support kehadiran para Pelajar Ranting dan bahkan masyarakat setempat menampakkan tangannya saat berteplok-teplok (tidak ada yang bersinggungan secara Nampak).

Namun kian kedua mulailah Nampak perubahan hasil tangan bersama ini, banyak masyarakat yang meras risih jika mendengar kata pelajar NU saja, mulai dari yang beralasan pelajar NU didikannya kurang matang, dan hanya membahas perkumpulan antara lelaki dan wanita di usia pelajar. Banyak para pelajar yang kerjaannya membuang-buang waktu sampai lupa tugas pokok di rumah masing-masing, proposal yang bertebaran dimana-mana saat menjelang PHBI, dan bahkan tak segan-segan bersikap sentimen kepada kawan-kawan sejawatnya dikampung yang tidak ikut organisasi hanya karena sungkan, seolah para pelajar itu memiliki nilai yang lebih tinggi dari pada yang lainnya. Sementara itu etika yang tumbuh dari gerak dan lisan, baik secara implisit maupun eksplisit para pelajar menggiring kawan sejawat yang ikut andil didalamnya semakin terperosok dalam gelamor fanatis.

Sifat fanatis disini tidak saya imbuhi –tif sebab tak semuanya ternodai sifat, boleh jadi prosentasenya dibawah saparuh dari jumlah total. Maka dari itu terkadang sebutan rekan rekanita pula yang menjatuhkan pamor mereka dalam tataran usia pelajar, namun perlu kita garisbawahi bahwa ini hanya wacana masyhur yang tumbuh di tembok sosial Kuripansari.

ENIGMA WACANA
Cobalah merenung sejenak, seorang pelajar yang notabenenya masih meminta-minta uang saku pada orang tuanya masih angkuh berbagi kebaikan dalam berorganisasi, padahal dalam Islam sudah jelas dalih sosial seperti;
Tafsir Al-Muyassar
اَلْـمُسْلِمُ أَخُوْ الْـمُسْلِمِ ،  لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ ، وَمَنْ كَانَ فِـيْ حَاجَةِ أَخِيْهِ ، كَانَ اللهُ فِيْ حَاجَتِهِ ، وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ ، فَرَّجَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًـا ، سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَة.
Artinya; “Seorang Muslim adalah saudara orang Muslim lainnya. Ia tidak boleh menzhaliminya dan tidak boleh membiarkannya diganggu orang lain (bahkan ia wajib menolong dan membelanya).”

Dari hadis tersebut menjelaskan bahwa orang Islam antara satu dengan yang lain itu dipandang sebagai saudara. Sehingga satu sama lain tidak boleh saling menganiaya. Dan jika kita mendapati seseorang dalam penderitaan ataupun mendapat musibah, hendaknya kita membantunya untuk meringankan penderitaan yang sedang ia alami. Sebagai mu’min sejati, hendaklah merasa bahwa dirinya tidak hidup sendiri,karena teman-teman sesama muslim akan membantu dan mendukungnya baik sedang dalam keadaan senang maupun susah.

Afirmasi otentik dari Q.S Al-Hujurat ayat 10
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُون
Artinya; “(Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.”

Baca Juga  ASAL USUL HALAL BIHALAL

Sudah jelas bahwa dalam suatu ekosistem maupun populasi makhluk memiliki etika dalam memanusiakan manusia. Sepertihalnya studi kasus empiris yang pernah dialami oleh rekan-rekanita kuripansari (sebut saja Rizkillah, Yusril, Nanang, Alpindang, Hendra, Hasan, Lelly, Dian, Jihan, Intan, Nopret, dsb). Mereka merupakan salah satu kader yang pernah merasakan dinamika naik turunnya tangga, mulai dari cibiran konyol, motifatif, menjatuhkan, dan lebihparahnya khianat dari teman sejawat. Hal tersebut bukan malah menurunkan muru’ah mereka, melainkan sebaliknya derajat mereka mulai dapat sorotan. Saya yakin itu masih permulaan.

PERADABAN SINGKAT
Sentiment pun disikapi dalam memandang orang yang takpunya bakat lebih atas dirinya, padahal segala bentuk bakat organisingnya timbul dari belajar bersama kawan sejawat organisasi. Kemudian pertentangan keluarga, hal fatal ini timbul boleh jadi setelah ataupun sebelum dua hal sebelumnya muncul, sejatinya organisasi memang sangat penting untuk belajar bersosial dan beradaptasi hablu minan nash, namun realitanya keluarga sendiri mangkrak tak terpedulikan kemakmurannya, tidak mungkinah suatu pelajar akan belajar secara intens dan absolute, pada akhirnya nanti akan jelas bahwa segalanya akan kembali kepada keluarga.

Sudah kian 31 bulan telah mereka lalui sebagai pelajar Nahdliyyin, terhitung semenjak dideklarasikannya IPNU-IPPNU tahun 2018, kini sudah waktunya melahirkan generasi neo. Neo disini dimaksud bahwa pembaharu zaman-zaman adalah kader baru, yang dimana kader terbentuk ini nantinya akan membina rumah tangga baru di dalam masyarakat majemuk. Kita tahu pula bahwa masyarakat majemuk Kuripansari yang notabenenya terdiri dari 6 dusun yang tiap dusunnya punya karakteristik istimewa.

Katakanlah dusun Sumbergayam yang sebenarnya semangat mengadakan kegiatan, hanya saja terkendala dengan gesekan wacana tetanggan. Keduanya ialah Kandangan, amat semangat kader putrinya jika dibandingkan dengan pelajar puteranya, kita tahu juga bahwa di Kandangan pula hari inilah yang memiliki top global kader terbanyak se Kuripansari, wajar saja secara kuantitas jumlah KK di sana memang paling banyak di Kelurahan. Hanya saja terkendala transport dan geografi yang kurang mendukung di pelbagai kegiatan. Kedungpeluk adalah ketiganya, yang merupakan dusun tersering mendapatkan sorotan struktural, sebut saja IYA. Memang kebiasaan santri selalu melakat di dusun ini, sehingga sejarah mencatat kampung ini sebagai kampong yang nyantrik dan fanatic agama, (dulu).

Barangkali sekarang beda, walaupun beberapa sumber suara burung menerangkan bahwa muharrik NU mayoritas lahir di dusun tersebut. Lanjut ke Kahuripan atau biasa dipanggil Kuripan, dusun yang menjadi pusat kajian dan kegiatan ini ternyata masih belum masuk kategori kader tanak, jika dibandingkan dengan dusun yang lain, dusun ini hanya memiliki 3 kader militan dan receh. Hebatnya di dusun Kuripanlah yang mengalami gerakan besar dalam pengelolaan event ranting.

Untuk panjunan dan binatur, sengaja tak memberikan kesan, karna bagian ini kami rasa kurang dari pelbagai macam aspek. Untuk memangkas fenomena antropologi ini perlu berjilid-jilid memerhatikan esensinya. Esensi ialah suatu hakikat hal yang pokok dalam disiplin ilmu filsafat. Esensi yang dimaksud yakni segala bentuk kejadian manusia ataupun kausa manusia dalam menjalani hidup selalu memiliki motif, disitulah motif akan terbentuk dengan komoditas masing-masing individu pelajar Nahdliyyin, baik horizontal maupun vertikal.

Baca Juga  Konferensi PAC GP Ansor Kecamatan Kutorejo

EFEKTIFITAS TEORI
Banyak masyarakat yang tahu bahwa 2020 ini merupakan catatan besar revolusi sejarah dari modern menuju post modern. Sehingga mengusung pula perubahan pola gerakan organisasi di pelbagai klaster masyarakat. Sebagai contoh IPNU IPPNU di massa berdirinya tahun 1954 dan 1955, kala itu organisasi yang pro kontra dengan kader lanjutan masyumi dan beberapa ormas lainnya mengalami dilematis akut. Antara memposisikan sebagai santri pengabdi ataupun santri pembela, lambat laun mengalami perubahan mulai nama dan ditambah lagi sisi administrasinya (lihat sejarah perkembangan IPNU-IPPNU), pun diperkukuh demi kesatuan ideologi “nderek kiyahi”. Sehingga sampai detik ini saya yakin bahwa kelemahan organisasi santri kolektif dan kompetitif ini dapat ditutupi dengan teori Clifford Greetz.

Dalam bukunya Daniel L. Pals, Greetz menceritakan bahwa kebutuhan organisasi religi abad 20 kemarin terlalu fokus pada peletakkan posisi organisasi diantara teoritikus yang dibahas dalam karangan budaya spiritual, sehingga menurut pandangan masyarakat majemuk, organisasi ini terlalu kolot dan tak bermartabat dihadapan bangsa pemeluk Pancasila. Sebagai solusinya pemuka ataupun pegiat ormas ini harus menawarkan konsepsi sebagai tokoh antropologi interpretative di abad 21.

Sedang menurut Emil Durkheim, jika berbicara soal religi basis masa lebih tepat mensubordinasikan religi hanya sebatas “implikasi logis” dari terciptanya struktur masyarakat. Senada dengan hal itu Karl Marx menjastifikasi madzab atau kepercayaan hari ini menjadi kaca mata kuda bagi para pecandu pengikutnya.
Titik tolak aksipoma (pernyataan yang diterima tanpa bukti) seseorang yang memposisikan teori organisasi adalah dengan menempatkan karya-karyanya dibarengi dengan aktualisasi logis. Karena adanya pemikiran primitif menimbulkan rangsangan ekstase pada kebutuhannya akan candu organisasi. Sedang kebutuhan teori haruslah tetap konsisten dengan instruksi hierarkis masing-masing organisasi, sepertihalnya efektifitas PR Kuripansari menahan problematika atasnya (PAC dst). Lain daripada hal itu, dilihat dari argumentasi alumni tak selalu dapat dianggap sebagai kegagalan, hanya saja dari sudut pandang ini akan menimbulkan paradigma pembanding untuk kekayaan dinamika organisasi.

KONKLUSI
Sebagai seorang pengamat organisasi Nahdliyyin yang baik, seharusnya seorang kader lebih mendahulukan toleransi, dan meninggalkan obyektifitas lingkup keluarga. Seperti ujar Abdur Rahman Wahid dalam skripsi Wahyu Setiawan (mhs. UIN Lampung/pengamat pemikiran Gus Dur), yakni segi-segi toleransi meliputi; 1) mengakui hak setiap orang, 2) saling menghormati keyakinan setiap orang, 3) agree in disagreement “setuju dalam perbedaan”, 4) saling mengerti dalam pelbagai kondisi sosial. Hal ini dapat diterapkan di ormas basis religi “IPNU-IPPNU”, sebab nilai tasammuh (toleransi) yang dibawa dapat mendorong potensi basis massa dan mensublim cibiran akut sosial.(rizkillah ipnu pacet)

banner 336x280
banner 120x600
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan