Asas Hubungan Muslim non-Muslim adalah Perdamaian

  • Bagikan
SORBANSANTRI.COM
toleransi

InfokomBanserNU- Wacana terkait hubungan antara dan non-Muslim selalu hangat diperbincangkan. Banyak yang masih alergi saat bertemu kalangan beragama lain. Apalagi hal tersebut diperkuat dengan sejumlah , hadits dan kisah yang menyebutkan bahwa dalam tidak dikenal hubungan lintas agama. “Hubungan Muslim non-Muslim itu asasnya adalah perdamaian, dan bukan peperangan. Islam adalah agama cinta dan kasih sayang,” demikian disampaikan Ustadz Yusuf Suharto, Rabu (11/12).

Pandangan tersebut disampaikan tim peneliti Pengurus Wilayah (PW) Aswaja NU Center Nahdlatul ini saat menjadi pembicara pada ‘ Kebangsaan; Islam, Toleransi, dan Konsep Kewarganegaraan’. Kegiatan diselenggarakan Ikatan Alumni Mambaul Ma’arif (Ikapmam) Denanyar, Jombang di gedung teatrikal Perpustakaan Universitas Islam Sunan Kalijaga Yogyakarta. “Kepada non-Muslim saja kita diajarkan oleh Islam untuk bertoleransi dan kasih sayang, apalagi kepada sesama Muslim,” ungkap kandidat doktor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang ini.

Bagaimana jika dalam kenyataannya terjadi perbedaan pandangan dan pendapat yang berbeda terkait satu masalah? “Jika ada perbedaan pendapat sesama Muslim, ya berbeda dengan proposional saja. Tidak perlu saling membully. Ya, berbeda ilmiah,” tegasnya. Justru di sinilah kedewasaan dan keluasan pandangan kaum Muslimin dipertaruhkan. Sejauh mana mereka memaknai dan menyikapi perbedaan yang ada. “Inilah toleransi, yaitu menyadari bahwa ada perbedaan, dan kita bertenggang rasa,” terangnya. Ustadz Yusuf Suharto kemudian menceritakan sejumlah kisah yang membenarkan terkait pola hubungan manakala terdapat perbedaan pendapat.

Bahkan Nabi juga telah memberikan teladan bagaimana menyikapi perbedaan tersebut. “Rasulullah sendiri diutus untuk membawa ajaran yang lurus dan toleran, yakni buitstu bil hanifiyyah as-samhah,” jelasnya. Di ujung paparannya, dirinya mengutip pendapat almaghfurlah KH Maimoen Zubair, terkait bagaimana menyikapi perbedaan pendapat. “Perbedaan jangan dibesar-besarkan, sehingga kita bisa hidup rukun. Semua persepsi dan polemik harus kita redam.

Jangan marah-marah lalu membuatnya semakin menjadi-jadi. Habluminallah harus dikuatkan dan habluminannas harus selalu dijaga dengan baik. Harus pintar-pintar menyelaraskan,” katanya. Sementara itu pembicara kedua, Ngatiyar, berbicara agar meningkatkan kadar toleransi dari menuju toleransi sosial. “Toleransi itu kebalikan alienasi. Dalam toleransi itu kebersamaan dan tak mengasingkan sesama warga negara,” pungkas dosen Sekolah Tinggi Ilmu Fiqih (STIF) An-Nawawi Banten ini di hadapan peserta seminar. Tampil sebagai moderator Amamur Rohman Hamdani selaku Koordinator Jumat atau Jaringan Ulama Muda Nusantara, Yogyakarta

(sumber Ansor Pejogol)

  • Bagikan

Pesan Bijak